Suara.com - Baru-baru ini Polda Metro Jaya mengungkap sindikat mafia tanah, dimana beberapa pelakunya adalah pegawai pemerintah, yakni dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menurut kepolisian, para pelaku melakukan kejahatan dengan cara memanfaatkan data fiktif dan mengatasnamakan Presiden Jokowi agar bisa mengelabui para korbannya.
Bagaimana modus dari para pelaku? Berikut adalah fakta-faktanya:
1. Pejabat BPN terlibat kasus mafia tanah
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menangkap sindikat mafia tanah. Komplotan mafia tanah tersebut terdiri dari 27 orang orang, dimana tiga diantaranya adalah para pejabat dan pensiunan pejabat yang bekerja di BPN (Badan Pertahanan Nasional).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan menyebut ketiganya berinisial NS (50), RS (58), dan PS (59).
2. Mafia tanah memiliki tugas masing-masing
Lebih lanjut Zulpan mengatakan, para pejabat tersebut bekerja di BPN dan masing-masing dari mereka mempunyai tugas terkait pertanahan.
NS sendiri merupakan mantan Kasie Infrastruktur Pengukuran pada kantor BPN, Kabupaten Bekasi, sedangkan RS Kasie survei pada kantor BPN Bandung Barat.
Baca Juga: Sejak Awal Dilantik, Menteri Hadi Tjahjanto Sudah Wanti-Wanti Raja Juli Antoni Soal Mafia Tanah
Sementara PS merupakan mantan koordinator Pengukuran kantor BPN Bekasi Kabupaten, dan ketiga telah di tangkap oleh kepolisian.
"Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap dan menahan tiga pejabat dan mantan pejabat BPN terkait mafia tanah," kata Zulpan kepada wartawan, Jumat (15/7/2022).
3. Komplotan mafia tanah manfaatkan program Jokowi
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi mengungkapkan, dalam menjalankan aksinya komplotan mafia tanah tersebut memanfaatkan data fiktif dan memanfaatkan nama Presiden Jokowi untuk mengelabui korbannya.
Hengki haryadi mengatakan, sindikat mafia tanah tersebut menggunakan modus yakni menyalahgunakan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) yang seharusnya tidak memungut biaya.
Penyidik menemukan sejumlah sertifikat yang seharusnya sudah diserahkan tiga tahun lalu, namun malah ditahan.