Karena hal tersebut, pada 1 Muharram atau bertepatan dengan 1 Suro Jawa pada hari Jumat legi disebut hari keramat, bahkan 1 Suro dianggap sial jika terdapat orang yang menggunakan hari tersebut untuk kepentingan lain luar kepentingan ziarah, mengaji, dan haul.
Saat tiba malam 1 Suro, umumnya masyarakat Jawa juga menggelar ritual atau tradisi tirakatan, tuguran (perenungan diri sambari berdoa), dan lek-lekan (tak tidur semalam suntuk).
Bahkan ada juga sebagian orang yang memilih menyepi atau bersemedi di suatu tempat sakral (puncak gunung, pohon besar, tepi laut, makam keramat). Bagi masyarakat Jawa, 1 Suro ini sebagai awal bulan tahun Jawa yang dianggap bulan sakral atau suci.
Bulan Suro tersebut dianggap sebagai bulan yang tepat untuk menggelar tafakur, renungan, dan introspeksi guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun cara yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam berinstrospeksi yaitu dengan lelaku atau mengendalikan hawa nafsu.
Selain itu, sepanjang bulan Suro ini masyarakat Jawa juga meyakini agar selalu bersikap eling serta waspada. Eling ini berarti manusia tetap harus ingat siapa dirinya serta kedudukannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan YMH.
Sedangkan waspada berarti manusia harus tetap terjaga serta waspada dari berbagai godaan yang menyesatkan. Itulah mengapa masyarakat Jawa pantang untuk melakukan hajatan nikahan di bulan Suro.
Demikian pembahasan mengenai sejarah malam 1 Suro yang menarik untuk diketahui. Semoga informasi ini bermanfaat.
Kontributor : Ulil Azmi
Baca Juga: Keraton Kasunanan Surakarta Pastikan Kerbau Keturunan Kyai Slamet Ikuti Kirab Malam 1 Sura