Hal itu lantaran surat perintah penghentian penyidikan kasus tersebut dibatalkan setelah Mahfud melakukan rapat bersama LPSK, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Kompolnas, kejaksaan, Kemenkop UKM di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (21/11/2022).
"Oleh sebab itu kepada empat tersangka dan tiga saksi, yaitu N, MF, WH, ZPA (tersangka), kemudian saksinya yang juga dianggap terlibat itu, A, T, dan H itu supaya diproses ke pengadilan," kata Mahfud dalam keterangan video dari Humas Kemenko Polhukam, hari ini.
Kasus itu sempat berhenti karena mendapat SP3 dengan alasan laporan telah dicabut.
Mahfud menjelaskan alasan SP3 karena pencabutan laporan itu tidak benar secara hukum. Di dalam hukum, laporan tidak bisa dicabut, sementara pengaduan dapat dicabut.
Ia juga menegaskan, tidak ada konsep restorative justice pada kejahatan yang serius. Oleh karena itu, perkara tersebut harus terus dibawa ke pengadilan.
"Kalau kejahatan yang serius, yang ancamannya misalnya lebih dari empat tahun atau lebih dari lima tahun itu tidak ada restorative justice," ujarnya.
"Karena ini banyak yang salah kaprah. Ada orang tertangkap korupsi, lalu minta restorative justice. Tidak ada restorative justice di dalam kejahatan," katanya.