Sebanyak 20 orang anak berusia 18 tahun, 16 orang berusia 17 tahun, 9 orang berusia 15 tahun, 2 orang berusia 14 tahun serta 13 orang berusia 19 tahun.
Rata-rata kasus pidana yang paling banyak dilakukan ialah tindak pidana umum dengan jumlah 37 orang anak. Setelahnya, ada 31 orang anak yang tersandung perkara perlindungan anak serta 4 orang anak yang tersangkut kasus narkotika.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada A.B Widyanta mengatakan, anak dalam kasus-kasus hukum kerap dijadikan sebagai subjek pelaku tindak pidana. Padahal anak juga merupakan subjek korban.
Sebab, tumbuh kembang seorang anak, menurut pria yang kerap disapa Bung Abe ini memiliki keterkaitan yang erat dengan aspek pendidikan. Mulai dari aspek pendidikan di tingkat keluarga, pendidikan sekolah hingga pendidikan di lingkungan masyarakat.
Namun begitu, sistem pendidikan itu kini bermasalah.
"Dengan kompetisi yang brutal, maka kemudian adanya adalah upaya untuk memposisikan paling superior, merasa paling tinggi, merasa harus paling menang dan praktik itu sebenarnya anak-anak ini lebih karena sebagai bentuk dari korban spiral kekerasan," tutur Bung Abe.
Dalam hal ini, Bung Abe menyoroti peran serta orang tua saat masa pertumbuhan anak. Orang tua yang lebih mementingkan karier dibandingkan memenuhi hak-hak anak menjadi akar permasalahan anak kerap berbenturan dengan hukum.
"Dia (orang tua) sudah merenggut hak anak, tanpa kemudian berbagi seimbang antara karier dan anak ini, artinya ya kalau begitu kenapa harus punya anak?," ujar Abe.
Menurutnya, pihak yang bertanggung jawab dalam fenomena anak berkonflik dengan hukum ini adalah orang dewasa, khususnya generasi tua.
"Salah kita semua. Harus ada intropeksi dari generasi tua, ini generasi memang bermasalah. Lintas generasi biasanya tidak dibaca sebagai persoalan," katanya.