Menurut salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) ini, KUHP yang baru tersebut mempunyai kecenderungan semakin membatasi kebebasan berekspresi, termasuk kalangan jurnalis.
Pada era Orde Baru, rezim Soeharto bisa melakukan pemberedelan terhadap banyak media massa.
Kini, pemberedelan ‘diperhalus’ melalui KUHP, yakni melalui ancaman ‘pasal-pasal karet’ yang membuat jurnalis tak bebas menjadi penyambung lidah masyarakat.
“Saya melihatnya seperti itu. Betul saat ini tak ada pemberedelan. Tapi membungkamnya melalui KUHP, ancaman pidana,” kata dia.
Pemerintah ataupun pihak yang memiliki kuasa, bisa jadi akan ketat menghitung untung-rugi bila melaporkan jurnalis ke polisi.
Tapi, melalui pencantuman pasal-pasal bermasalah yang bisa dipakai untuk melaporkan jurnalis, akan menciptakan kekhawatiran serta bisa melumpuhkan media massa sebagai salah satu pilar penyangga demokrasi.
“Jadi mungkin pers tidak diberedel, tapi kekhawatiran itu diciptakan, sehingga suasananya menurut saya serupa zaman Orde Baru.”
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito Madrim, mengakui kondisi kebebasan pers pada dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi lebih buruk ketimbang era sebelumnya.
“Rezim Jokowi lebih buruk dari rezim sebelumnya, yakni SBY. Salah satu indikatornya, pada era SBY, tak ada pemberedelan pers mahasiswa di kampus-kampus. Tapi kini marak terjadi karena mereka kritis terhadap korupsi, kekerasan seksual, dan lainnya,” kata Sasmito.
Pasal-pasal UU ITE juga sudah banyak disalahgunakan untuk menyeret jurnalis ke perkara pidana.
Berdasarkan data Dewan Pers, selama tahun 2020-2021, terdapat 44 kasus jurnalis dilaporkan ke polisi memakai UU ITE.
“Ini belum ditambahkan nanti, setelah KUHP baru diberlakukan. Potensi kriminalisasi jurnalis memakai KUHP baru akan terus berlanjut.”
Selain potensi kriminalisasi, Sasmito juga mengatakan KUHP baru berpotensi membuat banyak media massa memberlakukan swasensor.
![[Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/original/2023/04/18/91274-ilustrasi-kuhp-4.jpg)
Gaya baru
“INI PEMBEREDELAN GAYA BARU” tegas Evi Mariani, Pemimpin Umum Project Multatuli kepada saya, saat meminta pendapatnya mengenai tantangan jurnalis pada rezim KUHP baru.