Jepang Nan Jauh di Mata, Pulau Buru Terkenang Sepanjang Hayat

Senin, 08 Mei 2023 | 20:01 WIB
Jepang Nan Jauh di Mata, Pulau Buru Terkenang Sepanjang Hayat
Panti Jompo Waluya, rumah penampungan lansia eks tahanan politik orde baru di Jalan Kramat V, Senen, Jakarta Pusat.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Heksa dan keluarga kemudian jalan kaki sekitar 3,5 Km menuju sebuah perkampungan dan bertemu sang ayah. Heksa ditempatkan di sebuah rumah yang tampak baru saja direnovasi. Kampung itu bernama Savana Jaya.

Satu pekan berlalu, Heksa kecil mengisi hari hanya dengan bermain. Sampai sekelompok orang memprotes aturan untuk bekerja di sawah. Sejak itu, Heksa sadar bahwa dia tidak berada di Jepang. Melainkan sebagai tahanan politik pemerintah orde baru mengikuti jejak sang ayah.

Pemandangan tentara di sana sini, awalnya membuat Heksa percaya sedang berada di Jepang. Apalagi, dengan mata kepalanya, Heksa melihat tentara berkali-kali menyiksa orang di tempat terbuka.

Pada 1972, lulus pendidikan sekolah dasar, Heksa melanjutkan jenjang sekolah menengah pertama di Namlea, Buru. Ia ditempatkan di Wisma Kartini oleh pihak gereja yang membiayai sekolahnya.

Tak sampai setahun, Heksa dikeluarkan dari asrama lantaran kedapatan berkelahi dengan teman sekelasnya. Dia menghajar mata lawannya hingga bengkak lantaran tidak terima diejek sebagai komunis.

Perkelahian itu rupanya sampai ke kuping tentara. Heksa pun dipanggil. "Kamu mau dipenjara? Sana masuk dulu ke penjara," ujar seorang tentara Koramil kepada Heksa.

Dia disiksa dengan cara kuku jempol kakinya dijepit sebuah kursi kayu hingga kukunya copot dan wajahnya dipukul sampai beberapa giginya rontok. Penyiksaan itu menjadi kenangan terakhirnya dihajar tentara.

Dari situ, Heksa diangkat anak oleh seorang pria yang berasal dari Ternate. Pria tersebut merupakan ayah dari teman sekolahnya. Masih di Namlea, Heksa mengambil sekolah pendidikan guru. Iapun tinggal bersama ayah angkatnya.

Hanya setiap libur semester, Heksa menyempatkan waktu pulang ke Savana Jaya.

Baca Juga: Denny Siregar Singgung Soal Upaya Mengkaburkan Jejak Rezim Orde Baru: Target Mereka Pemilih Muda

Prasasti Luka

"Makan dulu mbah. Nek ndak maem ndak iso minum obat".

"Ndak, ndak".

Heksa bercerita jika Tumiso baru saja mengalami kecelakaan pada November 2022 lalu. Kepala Tumiso terbentur ke aspal saat hendak turun dari Bus TransJakarta. Kecelakaan itu membuat Tumiso sedikit lupa tentang apa yang baru saja ia lakukan.

Tumiso menjadi orang langganan yang suka mampir ke rumah Heksa saat masih berada di Pulau Buru. Maklum, ayah Heksa merupakan seorang kepala desa Savana Jaya. Sialnya Tumiso, dia ditempatkan di Unit 15 yang memiliki penjagaan amat ketat oleh tentara. Tapi dia tak gentar. Berkali-kali dia disiksa, membuatnya justru semakin mengenal kebiasaan para prajurit.

Tumiso dan kawan-kawannya secara sukarela menawarkan diri mencuci seragam tentara. Di antara seragam yang bau dengan keringat, para tentara menyelipkan makanan seperti kacang, daging sapi dan beras.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI