Sudah lima tahun Heksa tidak berjumpa dengan sang ayah pasca penangkapan tahun 1965. Sementara sang ibu, masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO.
Selama itu pula Heksa kecil tidak mendapat kasih sayang kedua orang tuanya. Ibunya kabur dan bersembunyi di berbagai daerah. Majene, Pare-pare dan Jakarta menjadi kota yang sempat disinggahi ibu Heksa dalam pelarian pemerintahan otoriter kala itu.
Yang Heksa tahu, ayahnya sedang melanjutkan pendidikan ke Jepang. Setidaknya hanya itu yang disampaikan oleh bibi Heksa mengenai sang ayah.
Sejurus dengan itu, segerombol tentara bersama paman Heksa mengabarkan bahwa ia akan diberangkatkan ke Jepang menyusul sang ayah.
"Bud," begitu panggilan akrab Heksa. "Kowe arep diterke nyusul bapakmu neng Jepang," ucap sang paman.
Yang terlintas di benak Heksa hanya perjumpaan dengan sang ayah dan negeri Jepang nun jauh. Buru-buru Heksa dibawa oleh para tentara ke sebuah gedung di Jalan Garnesun, Surabaya. Kakak dan adik Heksa menyusul tak lama.
Ternyata, tidak hanya keluarga Heksa yang ada di sana. Sejumlah orang dari berbagai daerah macam Ngawi dan Madiun juga berkumpul di tempat yang sama.
Pukul 01.00 dini hari, entah dari mana Ibu Heksa menyusul. Sang ibu membawa sebuah koper seperti baru saja melakukan perjalanan jauh.
Rombongan bus membawa Heksa beserta yang lainnya menuju Wonokromo hingga Pelabuhan Tanjuk Perak. Dari sini, perjalanan panjang itu dimulai.
Baca Juga: Denny Siregar Singgung Soal Upaya Mengkaburkan Jejak Rezim Orde Baru: Target Mereka Pemilih Muda
Mimpi Buruk di Buru
Desember 1970, Kapal KRI Teluk Saleh membawa Heksa dan keluarganya berlayar. Yang ada di benak Heksa, hanya hamparan taman dengan bunga sakura.
Kapal KRI Teluk Saleh membawanya mengarungi lautan selama delapan hari. Sampai di Teluk Kaiely, jangkar diturunkan. Para penumpang tidak lantas langsung diturunkan dari kapal.
Acara pisah sambut diadakan di geladak kapal. Tidak ada rasa cemas dan takut bagi Heksa kecil. Sebab, selama di perjalanan, dia hanya menikmati tontonan film seperti kartun Popeye, acara musik, dan makan roti susu.
Malam itu merupakan malam yang paling berkesan bagi Heksa. Para penumpang dengan raut wajah sumringah menanti tanah Jepang yang ada di depan mata. Ketika matahari menyingsing, para penumpang diminta turun dari KRI Teluk Saleh.
Sejumlah orang sudah menunggu mereka di pelabuhan. Heksa lalu digendong oleh pria bernama Jaljono. Ibunya tidak mengucapkan sepatah kata pun soal Jepang dan sekumpulan orang yang ada di pelabuhan.