"Sudah tidak ada siapa-siapa di sini. Saya sendiri," ucap Tumiso.
Aku lalu menoleh ke arah pagar, ada seorang pria masuk dan membawa sebuah kresek berisi makanan.
"Monggo mas, lanjut saja," ucap pria itu sambil berjalan menuju lorong panti.
Dia adalah Heksa. Laki-laki 63 tahun, anak seorang eks tahanan politik (tapol) yang pernah dibuang ke Pulau Buru.
Mimpi ke Jepang
Tahun 1970, situasi politik di Tanah Air masih panas. Setiap orang yang disinyalir bersimpati pada PKI dan Soekarno digelandang dan dijebloskan ke penjara tanpa diadili. Salah satunya adalah Yadi, ayah dari Heksa.
Kala itu, Heksa masih berumur 7 tahun saat ayahnya dibawa sekelompok tentara. Yadi bukan PKI maupun simpatisannya. Dia hanya seorang pengurus PNI, partai yang didirikan oleh presiden pertama republik ini.
Bekerja di pabrik semen ternama di Kota Gresik, membuat Yadi bisa memfasilitasi massa PNI di aula pabrik. Hal itu yang pada akhirnya membuat Yadi masuk dalam daftar merah pemerintahan orde baru.
Dalam rentang waktu lima tahun, Yadi sempat merasakan udara di tiga penjara berbeda. Mulai dari Penjara Koblen, Penjara Kalisosok hingga Sel tahanan Nusa Kambangan. Pada akhirnya, pemerintah memutuskan untuk mengasingkan Yadi ke Pulau Buru.
Baca Juga: Denny Siregar Singgung Soal Upaya Mengkaburkan Jejak Rezim Orde Baru: Target Mereka Pemilih Muda
Masih jelas di ingatan Heksa, pada saat ia baru saja rampung mengikuti kegiatan olahraga, empat orang tentara bersama pamannya tiba-tiba datang menjemputnya di sekolah.