Suara.com - Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY angkat bicara terkait informasi yang disampaikan Denny Indrayana soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang disebutnya bakal memutuskan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup.
Selain karena pernyataan itu, hal lain yang membuat SBY tertarik ialah perihal pernyataan Denny Indrayana menyoal peninjauan kembali atau PK Moeldoko di Mahkamah Agung yang digambarkan bahwa Partai Demokrat sangat mungkin diambil alih Moeldoko.
"Prof Denny Indrayana adalah mantan Wamenkumham dan ahli hukum yang kredibel. Karenanya, saya tergerak berikan tanggapan tentang sistem pemilu yang akan diputus MK dan PK Moeldoko di MA yang ramai diisukan Partai Demokrat bakal dikalahkan dan diambil alih oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko," tulis SBY dalam keterangannya, Minggu (28/5/2023).
Menurut SBY, jika yang disampaikan Prof Denny Indrayana reliable bahwa MK akan menetapkan sistem proporsional tertutup dan bukan sistem proporsional terbuka seperti yang berlaku saat ini, maka hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia.
Ada tiga hal yang disampaikan SBY berkaitan dengan sistem pemilu yang hendak diputuskan MK.
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini berpandangan apa yang ia sampaikan juga merupakan pertanyaan mayoritas rakyat Indonesia dan mayoritas partai-partai politik. Tidak terkecuali para pemerhati Pemilu dan demokrasi.
Pertanyaan pertama SBY kepada MK, yakni apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai?
"Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem Pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos," kata SBY.
Berlanjut ke pertanyaan kedua kepada MK, SBY menayakan, apa benar UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi?
"Sesuai konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, dan bukan menetapkan UU mana yang paling tepat ~ Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka?" tanya SBY.
Ia mengatakan kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa sistem Pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya.
"Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR dan MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat," kata SBY.
Ketiga, sesungguhnya penetapan UU tentang sistem Pemilu berada di tangan presiden dan DPR, bukan di tangan MK.
"Mestinya Presiden dan DPR punya suara tentang hal ini. Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar," ujarnya lagi.
SBY berkeyakinan bahwa dalam menyusun DCS, parpol dan caleg berasumsi sistem Pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka. Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius.