Sikap Puspom TNI soal penanganan kasus Henri dan Afri mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Dalam aturan itu menerangkan bahwa pihak yang berwenang mengusut kasus hukum prajurit aktif hanyalah oditur militer, meski tindak pidana itu dilakukan di ranah sipil.
Padahal dalam Pasal 47 ayat (3) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) mengatur bahwa prajurit aktif yang duduk di beberapa lembaga sipil yang diperbolehkan termasuk Basarnas, harus tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan itu.
Selain itu dalam Pasal 65 ayat (2) UU TNI dijelaskan bahwa prajurit hanya tunduk pada kekuasaan peradilan militer "dalam hal pelanggaran hukum pidana militer" dan harus dibawa ke peradilan umum jika melakukan tindak pidana umum.
Kemudian ada Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang menegaskan bahwa lembaga antirasuah itu adalah pihak yang "berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".
UU Peradilan Militer Tak Lagi Relevan?
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Undang-Undang Peradilan Militer harus diubah karena dianggap sudah tidak relevan untuk menangani tindak pidana khusus seperti dugaan korupsi yang melibatkan personel TNI.
Fickar juga menilai kasus dugaan suap seperti yang menyeret Kabasarnas Henri Alfiandi harusnya ditetapkan sebagai kejahatan lintas profesi yang bisa diusut oleh penegak hukum di luar polisi militer (Puspom TNI).
"Aturan itu sudah tidak relevan karena tidak kontekstual dan diskriminatif, aturannya harus diubah," ucap Fickar pada Senin (31/7/2023).
Fickar menilai persoalan hukum yang menjerat Henri jadi polemik karena dia ditugaskan di lembaga eksternal atau di luar TNI namun masih menyandang status militer. Alhasil ketika KPK menemukan dugaan suap yang dilakukan Henri dan anak buahnya, Afri Budi maka tidak bisa langsung ditindak tapi harus diserahkan pada Puspom TNI.
Baca Juga: Profil dan Sepak Terjang Johanis Tanak, Petinggi KPK Ngaku Diintimidasi saat Minta Maaf ke TNI
Dengan masih berlakunya UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, maka jika seorang anggota TNI melakukan tindak pidana maka yang berhak mengusut hingga menyidangkan perkara adalah Puspom TNI dan Pengadilan Militer.