KPAI Sebut Larangan Jilbab Paskibraka Langgar Hak Anak dan Diskriminatif

Kamis, 15 Agustus 2024 | 14:06 WIB
KPAI Sebut Larangan Jilbab Paskibraka Langgar Hak Anak dan Diskriminatif
Anggota Paskibraka 2024 asal Sumatera Utara Violetha Agryka Sianturi mencium Bendera Merah-Putih dalam pengukuhan Paskibraka Tingkat Pusat 2024 di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai larangan menggunakan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri dinilai bagian dari diskriminasi

“Mereka berpotensi mengalami diskriminasi dan kekerasan yakni dipaksa melepas jilbab. Faktanya mereka telah memakai jilbab sejak kecil sebagai bentuk pengamalan ajaran agama yang diyakini,” kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono, dalam keterangannya, yang diterima Suara.com, Kamis (15/8/2024).

Aris mengatakan, jika memang terjadi pemaksaan untuk melepas jilbab bagi anggota Paskibraka, maka telah mencederai hak-hak asasi anak, sebagaimana diatur dalam undang-undang perlindungan anak.

KPAI telah melakukan telaah terhadap Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila No. 35 tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka,” jelasnya.

“Hasil telaah menunjukkan bahwa standar pakaian tersebut kurang mengakomodir asas dan prinsip dasar perlindungan hak anak anak, serta terlalu umum. Serta belum mengakomodir nilai-nilai keberagaman yang menjadi bagian dari budaya nusantara,” Aris menambahkan.

Dalam Pasal 2 UU Perlindungan Anak, lanjut Aris, berbunyi tentang penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi tidak adanya diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak.

Aris juga menyampaikan dalam lampiran standar pakaian Paskibraka tidak menyertakan contoh pakaian berhijab menjadi pilihan model.

“Artinya sejak awal kebijakan tersebut disusun sudah membatasi pilihan sebagian anak dan mengesampingkan nilai keberagaman yang tumbuh di Indonesia,” ucapnya.

Saat ini, ada 18 anak perempuan diberikan pilihan yang tidak setara dengan anak lainnya dalam memilih pakaian.

Baca Juga: Saran Psikolog Klinis Agar Anak Terhindar Dari Penganiayaan Di Daycare

Aris menilai, jika anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, intoleransi dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

“Dalam implementasi makna tersebut dengan memastikan setiap anak memiliki kebebasan untuk mengamalkan ajaran agama dan kepercayaan yang diyakini, sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UU Perlindungan Anak,” jelasnya.

Aris menyebut anggota Paskibraka ini masih berstatus pelajar, maka kegiatan mereka juga dilindungi Permendikbud 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan.

“Dalam permendikbud tersebut dijelaskan bahwa peserta didik harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, termasuk intoleransi, serta kebijakan yang diskriminatif, baik di dalam maupun di luar, dalam kegiatan atau program satuan pendidikan,” tegasnya.

Aris meminta agar BPIP meninjau ulang SK standar pakaian paskibraka dengan menyertakan contoh pakaian berhijab, sehingga dapat menjadi pilihan anggota paskibraka.

KPAI juga mendesak agar BPIP dalam menyusun dan menetapkan standar pakaian paskibraka harus mengakomodasi prinsip dasar perlindungan anak yakni non-diskriminasi dan kepenti gan terbaik anak, serta nilai keberagaman, yang merupakan pengamalan nilai pancasila.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI