1. Dalam pembagian Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 H/2024 M, Pansus menemukan dugaan ketidakpatuhan terhadap Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, tentang alokasi kuota ditetapkan kuota haji khusus sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.
2. Kementerian Agama c.q. Dirjen PHU melakukan ketidakpatuhan dengan mengajukan pencairan nilai manfaat pada tanggal 10 Januari 2024 sebelum diterbitkannya KMA No. 130 Tahun 2024 pada tanggal 15 Januari 2024 yang seharusnya menjadi basis penghitungan kuota.
Ketiga, Distribusi Kuota Haji
1. Pengisian kuota haji reguler untuk jemaah yang membutuhkan pendamping, penggabungan, dan pelimpahan porsi masih ada celah atau kelemahan dimana pendamping diisi oleh jemaah haji reguler yang bukan mahromnya.
2. Sampai tahun 2024, Kementerian Agama masih belum mengupayakan secara maksimal untuk menyelesaikan masalah 5,678 nomor porsi kuota "batu" yaitu porsi haji reguler yang belum diketahui secara pasti dimana jemaah haji berada/bertempat tinggal.
3. Terdapat ketidaksinkronan antara Keputusan Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Nomor 118 Tahun 2024 tertanggal 29 Januari 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Kuota Haji Khusus Tambahan dan Sisa Kuota Haji Khusus Tahun 1445 Hijria dan Surat Edaran Direktur Bina Haji Khusus dan B-116038/DJ/Dt.II.IV.2/HJ.00/2/2024 tentang Penyampaian Daftar Nama Jemaah Haji Khusus Berhak Lunas Pengisian Sisa Kuota Tahun 1445H/2024M dengan UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Pasal 65 ayat (2).
4. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI sebagai aparatur pengawas internal tidak menjadikan pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 sebagai obyek pengawasan, sementara pembagian tambahan kuota haji tahun 1445 H/2024 M ada potensi tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Keempat, Siskohat dan Siskopatuh
1. Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) tidak bisa terjamin keamanannya, karena tidak ada audit terhadap sistem secara berkala. Selain itu, terlalu banyaknya pemangku kepentingan yang dapat mengakses seperti Subdit Siskohat di Kementerian Agama RI, Subdit Pendaftaran Haji Reguler, Subdit Haji Khusus, Subdit Dokumentasi, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Kantor Kementerian Agama Kabupaten / Kota, Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji sehingga rawan diintervensi dan membuka celah orang yang tidak berhak berangkat haji dapat berangkat haji.
Baca Juga: Ini 5 Rekomendasi Pansus Haji DPR, Termasuk Minta Agar Prabowo Pilih Menag Berkompeten
2. Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh) tidak bisa terjamin keamanannya, karena tidak ada audit terhadap sistem secara berkala. Selain itu, terlalu banyaknya pemangku kepentingan yang dapat mengakses seperti Subdit Siskohat di Kementerian Agama RI, Subdit Perizinan, akreditasi dan Bina Haji Khusus, Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan umrah, dan PIHK sehingga rawan diintervensi dan membuka peluang orang berangkat haji tanpa antrian.