Said Didu mengatakan, disebut surplus tak mungkin, karena impor 2015 dan 2016 bila dijumlahkan hampir 6 juta ton. Sementara yang dipersoalkan hanya 105 ribu ton. Artinya, kata dia, hanya 2,5 persen dari total impor.
"Jadi, tidak masuk akal. Jumlah impor gula di 2015 dan 2016 hampir 6 juta ton. Yang di persoalkan Tom Lembong 105 ribu ton," kata Said Didu.
Said Didu mengatakan, Tom Lembong menjabat Menteri Perdagangan hanya 11 bulan, yakni dari Agustus 2015 sampai Juli 2016.
"Jabatannya sampai dengan Juli 2016, anggaplah setengah dari situ 3,5 juta ton impor gula selama jabatannya Tom Lembong. Artinya, 105 ribu ton artinya tidak melebihi kuota, tidak surplus," tutur Said Didu.
Alasan lain, impor yang seharusnya dilakukan oleh BUMN justru diberikan kepada swasta. Kemudian, negara dinilai mengalami kerugian karena BUMN tidak mendapatkan keuntungan dari impor tersebut.
Karenanya, Said Didu menilai aneh, dasar penetapan tersangka Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung.
"Ada sangat aneh menyatakan itu surplus saya ini hampir 7 tahun membahas tentang ini, waktu saya di Sesmen BUMN, kita rapat koordinasi ini hanya menentukan berapa kekurangan selama setahun. Sekaligus membantah jaksa bahwa tidak ada rapat koordinasi," jelas Said Didu.
Said Didu mengatakan rapat koordinasi hanya sekali menetapkan defisit yang harus diimpor oleh Kementerian Perindustrian.
Lalu, berapa rafinasi dan berapa gula konsumsi. Sementara pelaksanaannya, kata dia, tergantung dari Kementerian Perdagangan.
Baca Juga: Tak Terima Jadi Tersangka Impor Gula, Tom Lembong Ajukan Praperadilan di PN Jaksel
"Jadi, kalau Kejaksaan menyatakan tidak ada rapat koordinasi pasti bohong, karena enggak mungkin ada penetapan kuota kalau tidak ada rapat koordinasi," tambahnya.