Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Yuddy Renaldi, mantan Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan iklan.
Yuddy ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang tersangka lainnya yakni Pimpinan Divisi Corsec BJB, Widi Hartoto, dan tiga orang pihak swasta pemilik agensi iklan yaitu, Ikin Asikin Dulmanan, Suhendrik, dan R Sophan Jaya Kusuma.
Selain pengunduran diri Yuddy per Selasa (4/3/2025) lantaran alasan pribadi, harta kekayaannya pun mendadak menjadi sorotan.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Yuddy memiliki total harta kekayaan mencapai Rp66,5 miliar, tanpa utang.
LHKPN ini dilaporkan ke KPK pada 27 Maret 2024 untuk periodik 2023, sebagai pimpinan tertinggi di PT Bank BJB Tbk.
Mengutip dari laman e-LHKPN, Yuddy mempunyai aset berupa 4 tanah dan bangunan yang berada di Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan, dengan total harga Rp12,5 miliar.
Dia juga tercatat memiliki 5 aset berupa alat transportasi dan mesin dengan rincian 4 unit mobil dan 1 unit motor yang total harganya Rp2 miliar.
Empat mobil bermerek HRV, Prestige, Mercedez Benz dan Mini Cooper Jhon Cooper. Kemudian ada motor dengan merek Harley Davidson.
Selain itu, Yuddy tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp1,29 miliar, serat berharga Rp2,4 miliar serta kas dan setara kas Rp48,2 miliar.
Baca Juga: Dari Bankir ke Tersangka KPK, Jejak Kekayaan Yuddy Renaldi Jadi Sorotan
Profil Yuddy Renaldi
Yuddy Renaldi lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 1964. Ia mengenyam pendidikan Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta tahun 1990.
Setelah itu, Yuddy muda menerima gelar Magister di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) IPWI pada tahun 2000.
Yuddy memulai karier di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) yang kemudian digabungkan dengan Bank Mandiri pada tahun 1999.
Yuddy pernah berada di Bank Mandiri, yakni sebagai Group Head Subsidiaries Management pada 2016 hingga 2017.
Setelah itu, Yuddy hijrah ke PT Bank Negara Indonesia (BNI) dan menjabat sebagai Senior Executive Vice President (SEVP) Remedial and Recovery sampai 2017.