Bacakan Eksepsi, Hasto PDIP Ungkit Pleidoi 'Indonesia Menggugat' Bung Karno

Jum'at, 21 Maret 2025 | 12:50 WIB
Bacakan Eksepsi, Hasto PDIP Ungkit Pleidoi 'Indonesia Menggugat' Bung Karno
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakara, Jumat (14/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto sempat mengungkit pleidoi atau nota pembelaan Presiden Pertama Soekarno yang berjudul ‘Indonesia Menggugat’.

Hal itu disampaikan Hasto saat menjalani sidang lanjutan dengan statusnya sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan. Adapun agenda sidang kali adalah pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari Hasto menanggapi atas dakwaan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Perlu kami sampaikan dalam persidangan ini, bahwa keadilan sosial digerakkan oleh prinsip kemanusiaan. Oleh Bung Karno, Proklamator dan Bapak Bangsa Indonesia, bahwa cita-cita kemanusiaan ini lahir dari semangat bahwa di dalam bumi Indonesia Merdeka, tidak boleh lagi ada penjajahan antar manusia," kata Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hasto diketahui kini berstatus sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan di KPK. (Suara.com/Dea)
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hasto diketahui kini berstatus sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan di KPK. (Suara.com/Dea)

"Tidak boleh lagi ada kesewenang-wenangan yang menindas rakyat, termasuk penyalahgunaan hukum yang terjadi pada masa kolonial," tambah dia.

Hasto mengatakan, prinsip kemanusiaan ini lahir dari realitas karena dijajah. Sebab, pada masa kolonialisme Belanda hingga pendudukan Jepang, seluruh rakyat Indonesia dan para pejuang bangsa sering berhadapan dengan hukum kolonial dengan pasal-pasal karet yang bisa menjerat para pemimpin bangsa seperti Bung Karno dan Bung Hatta.

"Hukum kolonial inilah yang ditentang habis oleh para pendiri bangsa. Dalam Pleidoi Bung Karno yang dikenal dengan 'Indonesia Menggugat', Beliau menolak penggunaan undang-undang sebagai senjata," ujarnya.

Menurut Hasto, kolonial yang dimaksud Soekarno kembali dihadirkan para penyidik KPK lantaran tak memahami falsafah kemanusiaan yang disampaikan Bung Karno. Dia menilai penyidik KPK justru mengabaikan asas Undang-Undang KPK.

"Para penyidik yang mengabaikan kemanusiaan sangat tidak memahami falsafah kemanusiaan sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam pidato lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 yang telah diterima secara aklamasi dalam sidang BPUPKI yang menetapkan dasar negara Indonesia. Atas dasar hal ini, mengapa asas Undang-Undang KPK juga begitu mudah diabaikan oleh penyidik KPK?" ujarnya.

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto di sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakara, Jumat (14/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto di sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakara, Jumat (14/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Hasto membuat eksepsi berjudul 'Jadikan Deritaku Ini Sebagai Kesaksian Bahwa Kekuasaan Seorang Presiden Sekalipun Ada Batasnya' yang terinspirasi dari kenyataan Bung Karno.

Baca Juga: Diam-diam Belajar Alquran Selama Ditahan KPK, Hasto Lafalkan Surah Al-Maidah di Sidang: Login?

"Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat dan di atas segalanya adalah kekuasaan Tuhan yang Maha Esa," ucap Hasto.

"Judul ini mengandung semangat 'Satyam Eva Jayate', yang artinya bahwa kebenaran pasti menang," tandas dia.

Dalam sidang sebelumnya, JPU KPK mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto  Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI