Suara.com - Advokat Bert Nomensen Sidabutar mengaku dimintai uang dengan istilah ‘1 meter’ oleh eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar untuk produksi film Sang Pengadil.
Hal itu diungkapkan Bert saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan gratifikasi dan suap pada vonis bebas Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar.
Awalnya, Bert menceritakan pertemuannya dengan Zarof dalam acara halal bihalal alumni Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia. Saat itu, Bert menanyakan kesibukan Zarof yang sudah pensiun.
“Jadi namanya kita ngobrol-ngobrol ya, jadi saya tanya apa kabar, kan pensiun beliau ini, apa kabar, gimana pensiun, nah apa kegiatan. Langsung beliau sampaikan bahwa sedang bikin film Sang Pengadil gitu. Itu aja dia ngomong, ya jadi saya ya sebenernya bercanda, banyak duit dong, gitu kan. Dia, beliau bilang, ini aja gue perlu duit, gitu,” kata Bert di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
“Jadi ada penyampaian ada kegiatan untuk membuat film Sang Pengadil gitu? Disampaikan oleh?” tanya jaksa.
“Pak Zarof,” timpal Bert.
“Terus kemudian hubungannya kepada saksi apa?” lanjut jaksa.
“Membantu, nanti gue kasih untung. Langsung tergerak, ya kan. Saya bantu,” jawab Bert.
Dari percakapan itu, Bert mengaku tertarik untuk membantu pendanaan film Sang Pengadil yang saat itu sedang dikerjakan oleh Zarof. Menurut Bert, Zarof meminta uang dengan istilah ‘1 meter’.
Baca Juga: Usai Skandal Suap Terungkap, Mahkamah Agung Mutasi 199 Hakim dan Pimpinan Pengadilan
“Ada disebutkan berapa nominal?” tanya jaksa.
“Sebenarnya tidak disebut, berapa hari kemudian saya yang bertanya, disampaikan 1, sebenernya saya nggak mengerti satu meter itu. Dijelaskan satu meter itu Rp 1 milar,” ujar Bert.
Dia mengaku tidak terlibat sebagai peran lain dalam film Sang Pengadil selain dengan memberikan dana untuk keperluan produksi film.
“Jadi, kita itu kan orang hukum, saya melihat bahwa tidak pernah ada film hukum ya di ini, jadi saya pikir membludak ini film kan, pasti untung, saya feeling,” tutur Bert.
“Jadi akhirnya benar apakah saksi menyerahkan uang sebesar Rp 1 miliar kepada terdakwa?” tanya jaksa.
“Benar,” balas Bert.
“Dalam mata uang apa?” cecar jaksa.
“Rp 100 ribuan,” tandas Bert.
Sebelumnya, pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat diduga meminta bantuan kepada eks pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar untuk mengurus perkara pada tingkat kasasi dengan menjanjikan Rp1 miliar untuk Zarof dan Rp5 miliar untuk tiga hakim kasasi.
![Terpidana pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur hadir menjadi saksi dalam sidang kasus suap dan gratifikasi terhadap hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas pemberian vonis bebas terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (25/2/2025). [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/25/33977-ronald-tannur-jadi-saksi-sidang-suap-hakim-pn-surabaya.jpg)
Lisa kemudian dua kali mendatangi rumah Zarof Ricardi Jakarta Selatan pada 8 Oktober 2024 dan 12 Oktober 2024. Pada masing-masing pertemuan tersebut, Lisa memberikan uang Rp 2,5 miliar sehingga totalnya sebanyak Rp 5 miliar.
"Terdakwa Lisa Rachmat telah menyerahkan uang total keseluruhan sebesar Rp5 miliar dalam bentuk mata uang dolar Singapura melalui Zarof Ricar untuk pemberian kepada hakim," ujar Jaksa.
"Bahwa Terdakwa Meirizka Widjaja pada Januari-Agustus 2024 telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Lisa Rachmat memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim yaitu uang tunai sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura," tambah dia.
Zarof sendiri didakwa telah menerima gratifikasi sebanyak Rp915 miliar dan 51 kilogram emas.
“Menerima gratifikasi yaitu menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp915.000.000.000 dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 Kilogram dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan Pengadilan," tutur jaksa.
Zarof diduga menerima gratifikasi dalam sejumlah mata uang seperti rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika Serikat hingga dolar Hongkong.
Lebih lanjut, Zarof Ricar juga diduga menerima sejumlah emas. Dia didakwa berupa emas logam mulia PT Antam dengan berat 50 dan 100 gram.
Atas perbuatannya, Zarof Ricar didakwa melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.