Terlebih, Wana menyebut akses informasi terkait pembelian BMP pun sangat tertutup dan patut diduga tidak dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu diketahui karena ICW tidak menemukan audit laporan keuangan Kementerian Pertahanan sejak tahun 2022.
“Implikasi jika BMP tidak dibayarkan adalah potensi kerugian yang dialami oleh Pertamina selaku provider yang menyediakan bahan bakar,” tegas Wana.
Untuk itu, tambah dia, ICW mendesak agar BPK mengaudit pembelian BMP yang dilakukan oleh TNI AL dan hasilnya dibuka ke publik agar mekanisme check and balances dapat berjalan secara ideal.

“Selain itu, KPK juga harus melakukan monitoring terhadap pembelian BMP yang dilakukan oleh TNI AL untuk memitigasi terjadinya korupsi. Jika kemudian ditemukan adanya dugaan korupsi, maka KPK wajib untuk melakukan penindakan,” tandas dia.
Pernyataan KSAL
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali yang menyebut bahwa TNI AL memiliki tunggakan pembayaran bahan bakar minyak (BBM) ke PT Pertamina sebesar Rp 3,2 triliun.
"Untuk bahan bakar memang ini masih kalau kita berpikir masih sangat terbatas, kemarin ada tunggakan itu bahan bakar Rp2,25 triliun dan saat ini kita sudah dikarenakan harus membayar utang lagi Rp3,2 triliun. Itu sebenarnya tunggakan," kata Ali di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
Untuk itu, dia meminta agar tunggakan tersebut diputihkan lantaran sudah dianggap mengganggu kegiatan operasional TNI AL. Dia menjelaskan kapal TNI AL yang menggunakan BBM, dieselnya harus tetap hidup meski kapalnya diam untuk pengoperasian AC.
“Kapal kita ini walaupun diam saja tidak bergerak, tapi dieselnya tetap hidup, dan untuk menghidupkan air condition, AC. Karena kalau AC dimatikan peralatan elektronik akan rusak di dalamnya, itu bahayanya,” ucap Ali.
Baca Juga: TNI AL Akui Nunggak Biaya BBM ke Pertamina Triliunan Rupiah, Minta Diputihkan