Suara.com - Fenomena pinjaman online (pinjol) ilegal masih menghantui masyarakat Indonesia. Padahal, sudah banyak pinjol resmi yang dilegalkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ada risiko besar kerugian masyarakat yang terjerat pinjol ilegal, di balik kemudahan meminjam uang secara instan dan cepat. Lebih-lebih bagi mereka yang tergolong kelompok rentan.
OJK mencatat bahwa kerugian masyarakat akibat pinjol hingga investasi ilegal telah menembus angka fantastis.
Dalam laporan terbaru OJK, outstanding pembiayaan fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjol mencapai Rp 80,02 triliun per Maret 2025, tumbuh 28,72 persen secara tahunan.
Namun, pertumbuhan ini menurun dibanding Februari 2025 yang mencatat 31,06 persen year on year.
Meski pertumbuhannya sedikit melambat, OJK mengingatkan masyarakat agar tetap waspada terhadap praktik pinjol ilegal yang sering kali menjerat korban dengan bunga tinggi dan intimidasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, mengatakan bahwa total pembiayaan dari industri fintech resmi mencapai Rp 80,02 triliun pada Maret 2025.
Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat masih menjadikan pinjaman online sebagai solusi keuangan jangka pendek.
Data OJK mencatat, sepanjang 2018–2022, kerugian akibat investasi dan pinjol ilegal mencapai Rp 126 triliun.
Mirisnya, sebagian besar korban berasal dari kalangan guru (42 persen), pekerja terdampak PHK (21 persen), dan ibu rumah tangga (18 persen).