Cerita Adian PDIP, Sempat Bertemu Dasco Bahas Masalah Ojol: Saya Ceritakan Semua dari A Sampai Z

Rabu, 28 Mei 2025 | 09:14 WIB
Cerita Adian PDIP, Sempat Bertemu Dasco Bahas Masalah Ojol: Saya Ceritakan Semua dari A Sampai Z
Adian Napitupulu di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. [Suara.com/Muhammad Yasir]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu mengaku sudah melaporkan langsung persoalan yang dialami para driver online roda dua dan roda empat kepada pimpinan DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

Adian menyampaikan, jika orang utusan Dasco terlebih dahulu mendatangi kediamannya menanyakan soal garis besar permasalahan yang dialami ojek online ini.

“Saya lupa tanggal 18 atau 19, orangnya Pak Dasco (Wakil Ketua DPR) datang ke rumah saya tanya soal Ojol, saya jelaskan,” kata Adian dalam diskusi Forum Legislasi yang bertajuk: “Efisiensi RUU Transportasi Online” di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Setelah itu, kata dia, dirinya diminta untuk menemui Dasco di ruangan pimpinan DPR di Gedung Nusantara III.

“Tanggal 19 kalau tidak salah kita rapat dengan Kementerian Perumahan. Saya datang. Kemudian Pak Dasco minta ketemu dengan saya di lantai 4,” ujarnya.

Dalam pertemuan, Adian bercerita panjang soal nasib ojol yang sangat mengkhawatirkan kepada Dasco sambil makan siang.

Persoalan bonus hari raya yang jumlahnya Rp50 ribu juga ikut disinggung Adian dalam pertemuan tersebut.

“Dia tanya tentang ojol, saya ceritakan panjang lebar. Termasuk tentang BHR (bonus hari raya), kenapa cuma dapat Rp50 ribu. Kan 5 persen tiap hari dipotong,” ujarnya.

“Saya jelaskan semuanya, berapa jumlah pengemudinya, apa kerugian mereka. Dari ujung sampai ujung. Sambil makan siang waktu itu,” sambungnya.

Baca Juga: Tidak Ikut Demo, Sejumlah Driver Ojol Hingga Taksi Online Dijebak Dan Dipaksa Ikut

Atas dasar pertemuan itu, kata dia, muncul inisiatif dari Dasco untuk melakukan rapat dengar pendapat umum pada 21 Mei lalu, sehari setelah aksi protes besar-besaran dari para ojol di berbagai wilayah Indonesia.

“Saya ceritakan semua dari A sampai Z. Itulah kemudian Pak Dasco berinisiatif melakukan RDPU tanggal 21, yang sudah bergeser dari jadwal. Artinya apa, RDP 21 itu saya telpon Pak Dasco, kenapa berubah, jalankan terus,” katanya.

“Saya jelaskan semuanya, berapa jumlah pengemudinya, apa kerugian mereka. Dari ujung sampai ujung. Sambil makan siang waktu itu,” sambungnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi V DPR RI frakdi PDIP Adian Napitupulu turut menyinggung adanya tambahan biaya layanan dan biaya aplikasi yang menimpa customer dan juga mitra aplikator yakni para driver ojek online (ojol).

Ia menyarankan, adanya hal itu agar dihapuskan. Terlebih dasar hukumnya dirasa tak jelas.

Hal itu disampaikan Adian dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi V DPR bersama sejumlah asosiasi driver online atau ojol di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/5/2025).

"Kan misalnya mereka dapat order Rp 30 ribu, lalu dipotong 30 persen, 40 persen, 50 persen untuk aplikator, dari nilai order itu ada nggak potongan lain? Ada. Tapi bukan dari mereka, tapi dari konsumen itu namanya biaya layanan dan biaya aplikasi," kata Adian.

Sejumlah pimpinan serikat dan konfederasi buruh menggelar pertemuan dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi hingga Sekretaris Kabinet (Seskab) Letkol TNI Teddy Indra Wijaya. (Suara.com/Bagaskara)
Sejumlah pimpinan serikat dan konfederasi buruh menggelar pertemuan dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi hingga Sekretaris Kabinet (Seskab) Letkol TNI Teddy Indra Wijaya. (Suara.com/Bagaskara)

Adanya biaya layanan dan biaya aplikasi itu, kata dia, bisa mencapai lebih dari Rp 10 ribu.

Apalagi, kata dia, tak ada dasar hukum yang jelas soal biaya layanan dan biaya aplikasi tersebut.

"Ini dari konsumen, dari pemesan, dari pemesan diambil sekian dari driver diambil sekian. Jadi kalau kemudian begini, kalau kemudian misalnya dari dia (aplikator) dapat Rp 10 ribu per orderan, lalu dari konsumen dia dapat Rp 10 ribu kita kalikan dengan jumlah driver mereka dan jumlah merchant mereka 4,2. Berarti mereka dapatkan paling tidak Rp 92 miliar per hari," ujarnya.

Wasekjen PDIP mengaku heran dengan adanya potongan tersebut.

Ia menilai, masalah transportasi online kekinian bukan hanya mengenai potongan biaya lebih dari 10 persen, tetapi juga berkaitan biaya layanan dan biaya aplikasi.

"Ini bukan hanya persoalan potongan 10%, tapi juga ada biaya aplikasi. Logikanya bagaimana ketika mereka driver dipesankan aplikasi sudah dibayar, artinya aplikasi ini dibayar oleh dua konsumen maupun driver," katanya

"Bagaimana sih sebenarnya transportasi online ini 2, 3, 4, 5 tahun ke depan agar ketika mendorong regulasi kita bisa punya prediksi 'oh kira-kira begini'," imbuhnya.

Lebih lanjut, Adian pun lantas memberikan contoh dimana negara India tak lagi menerapkam biaya potongan komisi.

"Nah potongan langganan ini berlaku tetap, itu yang nanti masa depan driver online hubungannya dengan aplikasi sangat logis," katanya.

"Ini semua ada nih, biaya layanan dan biaya aplikasi, ini langsung ke aplikator Rp 12 ribu, Rp 10 ribu, dan lebih menyakitkan biaya ini tak punya dasar hukum sama sekali," sambung Adian lagi.

Untuk itu, ia pun mengusulkan agar biaya layanan dan biaya aplikasi dihapuskan.

"Ini terjadi bertahun-tahun ini aneh. Menurut saya kita seperti hidup bernegara tanpa negara. Jadi poin berikutnya saya minta ini dicabut tidak boleh ada, tidak boleh ada biaya layanan dan biaya jasa aplikasi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI