Indonesia Tertinggal di ASEAN Soal Aturan Kemasan Polos Rokok, WHO Ingatkan Dampaknya

Jum'at, 30 Mei 2025 | 15:04 WIB
Indonesia Tertinggal di ASEAN Soal Aturan Kemasan Polos Rokok, WHO Ingatkan Dampaknya
ilustrasi WHO. (Hector Christiaen / Shutterstock.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan pemerintah Indonesia untuk menerapkan kemasan standar untuk semua produk tembakau dan nikotin.

Kemasan standar atau disebut juga dengan kemasan polos itu berarti tidak mencantumkan logo merek, warna, maupun unsur promosi pada kemasan produk, melainkan hanya menyebutkan merek dalam bentuk huruf standar disertai peringatan kesehatan berukuran besar.

WHO memberikan saran itu karena melihat Indonesia termasuk 10 besar negara dengan angka perokok terbanyak di dunia. Namun di antara negara ASEAN, Indonesia justru belum memiliki aturan kemasan standar untuk rokok.

"Di kawasan ASEAN, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand juga telah mengadopsi kemasan standar dan tengah berada di berbagai tahap pelaksanaan, menunjukkan bahwa langkah ini layak dan efektif dalam konteks regional," kata Perwakilan WHO untuk Indonesia, Paranietharan, dalam keterangannya, Minggu (30/5/2025).

Bahkan secara global, 25 negara telah mengadopsi dan menerapkan kebijakan kemasan standar, serta empat negara lainnya sedang dalam tahap implementasi. Di antara negara-negara G20 yaitu, Arab Saudi, Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Türkiye telah memberlakukan kebijakan tersebut.

WHO menilai kalau Indonesia berada pada posisi yang kuat untuk melangkah lebih jauh dalam mengetatkan aturan terkait produk tembakau. Pasal 435 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 memberikan dasar hukum yang solid untuk mengadopsi kemasan standar.

Menurut Paranietharan, saat ini dibutuhkan peraturan teknis terkait pelaksanaannya agar dapat diberlakukan. Kemasan standar juga menjadi upaya yang telah terbukti mampu menangkal kemampuan industri tembakau memasarkan produk berbahaya menjadi seolah-olah aman atau menarik.

"Kebijakan ini akan meredam pengaruh industri, melindungi generasi berikutnya dari jeratan pembentukan citra yang menyesatkan, dan menyelamatkan banyak nyawa. Indonesia telah menyiapkan landasan hukumnya, sekarang dibutuhkan aksi nyata," kata Paranietharan.

WHO mencatat senumlah bukti efektifnya aturan kemasan standar untuk romok yang telah dilakukan oleh sejumlah negara, di antaranya:

Baca Juga: Dukung Kawasan Tanpa Rokok di FKIK UNJA, DPM Suarakan Lingkungan yang Sehat

• Mengurangi daya tarik produk tembakau dan nikotin, terutama bagi anak muda;
• Menghilangkan fungsi kemasan sebagai alat pemasaran;
• Mencegah desain yang memberi kesan keliru tentang keamanan produk; dan
• Meningkatkan visibilitas dan dampak dari peringatan kesehatan

Diakui Paranietharan bahwa industri tembakau memang terus menentang kemasan standar dengan klaim yang tidak berdasar, seperti memicu perdagangan ilegal, merugikan pelaku usaha kecil, dan melanggar hukum perdagangan. Namun, argumen-argumen itu menurutnya tidak dapat dibuktikan.

"Data langsung dari negara-negara yang telah menerapkannya, terutama Australia, yang memeloporinya pada tahun 2012 menunjukkan penurunan angka merokok, peningkatan upaya berhenti merokok, dan hasil kesehatan masyarakat yang membaik," ujarnya.

Angka Perokok di Indonesia

Daftar Harga Rokok Terbaru 2025, Cek Di Sini (Freepik)
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa 30,8 persen orang berusia 15 tahun atau lebih menggunakan tembakau. (Freepik)

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa 30,8 persen orang berusia 15 tahun atau lebih menggunakan tembakau, dengan angka penggunaan pada laki-laki sebanyak 57,9 persen dan pada perempuan 3,3 persen.

Selain rokok konvensional, meningkatnya rokok elektronik dan produk nikotin lain menjadi ancaman baru yang terus berkembang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI