suara hijau

Permukaan Air Laut Naik, Daerah Pesisir Makin Rentan Terendam Banjir Rob

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Sabtu, 31 Mei 2025 | 06:30 WIB
Permukaan Air Laut Naik, Daerah Pesisir Makin Rentan Terendam Banjir Rob
Warga beraktivitas di tengah banjir rob. [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Fenomena banjir rob kembali menjadi ancaman nyata di berbagai wilayah pesisir Indonesia. Dalam sepekan terakhir, sejumlah daerah dari utara Jakarta hingga pesisir Aceh dan Bali mengalami genangan air laut yang masuk ke permukiman warga.

Meski bukan kejadian baru, banjir rob kali ini datang bersamaan dengan gejala iklim ekstrem, memperkuat urgensi penanganan berkelanjutan di tengah krisis iklim yang kian nyata.

Di Jakarta Utara, dua Rukun Tetangga (RT) di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, terendam air laut sejak Jumat (30/5/2025) pagi. Ketinggian genangan mencapai 55 cm, memaksa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengerahkan personel untuk melakukan penyedotan serta memastikan saluran air berfungsi optimal.

Fenomena serupa juga terjadi di Meulaboh, Aceh Barat. BPBD setempat mencatat 50 rumah di Desa Pasir dan Desa Ujung Kalak terdampak rob, meski tidak ada korban jiwa.

Di Kabupaten Jembrana, Bali, banjir rob bahkan memaksa sebagian warga mengungsi. Di Dusun Pabuahan, misalnya, dua rumah rusak berat dan 32 lainnya terendam.

Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Bali, Aminudin Al Roniri, kekuatan rob kali ini diperkuat oleh angin timuran yang berhembus cukup kencang.

Banjir rob ini dipicu oleh fenomena Super New Moon—ketika posisi bulan berada sangat dekat dengan Bumi dan sejajar dengan matahari, sehingga gravitasi meningkat dan menyebabkan pasang laut lebih tinggi dari biasanya.

Warga beraktivitas di tengah banjir rob di Muara Angke, Jakarta, Sabtu (14/12/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Warga beraktivitas di tengah banjir rob. [Suara.com/Alfian Winanto]

"Puncak naiknya air laut atau rob umumnya terjadi pada bulan purnama atau bulan mati. Namun untuk kekuatannya tergantung fenomena alam yang menyertainya," kata Aminudin, dilansir ANTARA, Sabtu (31/5/2025).

Kombinasi pasang maksimum dan angin membuat air laut menerobos hingga ke permukiman. BMKG memprediksi kondisi serupa masih akan berlanjut hingga awal Juni, terutama di wilayah-wilayah yang berhadapan langsung dengan laut lepas.

Baca Juga: Adaptasi Iklim Masih Lemah, Wilayah Lokal Semakin Rentan

Ancaman Global untuk Penduduk Wilayah Pesisir

Kondisi ini bukan kejadian insidental, melainkan bagian dari gejala perubahan iklim global. Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) menyebut kenaikan permukaan air laut yang tercatat sekitar 3,3 mm per tahun secara global, mengancam wilayah pesisir yang padat penduduk.

Jakarta, misalnya, diproyeksikan mengalami penurunan muka tanah hingga 10 cm per tahun di beberapa titik—faktor yang memperparah risiko banjir rob.

Dalam laporan World Bank tahun 2021, Indonesia masuk dalam daftar negara dengan populasi pesisir terbesar yang terpapar risiko banjir akibat kenaikan muka air laut. Jika tidak ditangani, ancaman ini dapat menurunkan produktivitas ekonomi, meningkatkan kerentanan sosial, dan memperburuk kerusakan ekosistem pesisir.

Meski tantangan besar membayangi, upaya adaptif dan mitigatif telah mulai digerakkan. Di Jakarta, pembangunan tanggul laut raksasa menjadi bagian dari Giant Sea Wall Project, sementara di daerah seperti Jembrana, pendekatan berbasis komunitas mulai dikembangkan, seperti rehabilitasi mangrove dan peningkatan kapasitas warga dalam sistem peringatan dini.

Namun, upaya struktural semata tidak cukup. Pendekatan constructive journalism mendorong agar perhatian tidak hanya tertuju pada dampak, tetapi juga pada solusi yang lahir dari sinergi pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI