Suara.com - Pertemuan di acara publik antara Presiden Prabowo Subianto dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di Gedung Pancasila kemarin, Selasa (3/6), dinilai menunjukkan hubungan yang erat.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menyebut bahwa pertemuan Prabowo dan Megawati tampak informal dan cair. Hal itu terlihat dari sapaan Prabowo terkait keberhasilan Megawati dalam diet.
"Pembicaraan diet dengan jenis kelamin yang berbeda umumnya hanya terjadi bila hubungan sudah dekat. Topik yang mencairkan suasana pertemuan itu sekaligus mengindikasikan hubungan mereka sudah layaknya seperti keluarga," kata Jamiluddin dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).
Menurutnya, pertemuan itu justru memperkuat penilaian selama ini bahwa hubungan Prabowo dengan Megawati nampak dekat seperti kakak-adik.
Itu sebabnya kata dia, dalam pertemuan tersebut Prabowo tak sungkan menanyakan keberhasilan diet Megawati, yang sebetulnya lebih masalah pribadi.
Hubungan yang demikian erat, menurutnya, tidak akan menghetankan bila pada akhirnya Prabowo dan Megawati berkoalisi dalam politik.
"Koalisi Prabowo-Megawati akan terus semakin menguat walaupun PDIP secara resmi tidak masuk dalam pemerintahan," kata dia.
Meskipun tak resmi, Jamiluddin mengungkap bahwa sebenarnya loyalis PDIP juga sudah ada di kabinet Merah Putih.
"Suka tidak suka Budi Gunawan bagian dari PDIP, yang terus membela kepentingan partai wong cilik. Jadi, Megawati akan berkoalisi dengan Prabowo tanpa ada di kabinet," jelas dia.
Baca Juga: Soroti 'Kemesraan' Prabowo-Mega, Elite PDIP Teringat Buya Hamka jadi Imam Salat Jenazah Soekarno
Dia berpandangan kalau Megawati akan terus menjaga dan mengamankan Prabowo dari berbagai gangguan.
Menurut Jamiluddin, koalisi seperti itu dipilih PDIP karena Megawati tidak mau bersatu dengan Gibran Rakabuming Raka sebagai wapres.
"Bagi Megawati, masuk koalisi secara formal sama saja mengakui keberadaan Gibran. Hal itu prinsip bagi Megawati. Sebab, Mengakui Gibran sama saja menelan air liurnya sendiri. Tentu hal itu tak akan dilakukan Megawati," jelasnya.
Jamiluddin melihat bahwa koalisi informal antara Megawati dengan Prabowo itu akan terus berlanjut dan diperkuat. Megawati tetap berkoalisi dengan Prabowo tapi tidak menggadaikan prinsip yang dianutnya.
PDIP Senang
Sebelumnya Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, menilai Presiden RI Prabowo Subianto telah menempatkan Ketua Umum PDIP yang juga Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri di tempat yang terhormat.
Hal itu menyusul Prabowo yang menyebut nama Megawati paling awal saat sambutannya di acara Upacara Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (2/6/2025).
![Presiden Prabowo Subianto (kanan) berjabat tangan dengan Presiden ke-5 sekaligus Ketua Dewan Pengarah Badan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila Megawati Soekarnoputri (kedua kanan) yang disaksikan oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (kiri) usai mengikuti upacara Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta, Senin (2/6/2025). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/02/30298-upacara-hari-lahir-pancasila-prabowo-subianto-gibran-rakabuming-raka-megawati-soekarnoputri.jpg)
"Dalam Pidatonya, Presiden Prabowo menyebut Ibu Mega paling awal dalam sambutannya, sebelum menyebut tokoh-tokoh lainnya. Sangat terlihat Presiden Prabowo memberi tempat terhormat kepada Ibu Mega," kata Said kepada wartawan, Senin.
"Baik selaku Presiden kelima, maupun sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP. Saya kira ini melampaui hubungan urusan pragmatis politik," sambungnya.
Selain itu, Said mengatakan, Megawati juga menyambut gagasan dan pikiran Prabowo soal Pancasila dalam acara tersebut.
"Presiden Prabowo juga menegaskan bahwa pentingnya kita sebagai bangsa untuk bersatu, agar menjadi bangsa yang kuat, menghadapi berbagai tantangan kebangsaan dan kenegaraan yang tidak mudah," kata dia.
"Dan saya kira Ibu Mega menyambut baik gagasan dan pikiran pikiran Presiden Prabowo dalam peringatan Hari lahir Pancasila ini," Abdullah menambahkan.
Kemudian menurut Said, sebagai tokoh yang sama sama nasionalistis, Prabowo dan Megawati tersambung secara batiniah.
"Terutama atas panggilan sejarah, dan kebutuhan masa depan Indonesia. Hal-hal seperti ini hanya bisa dimaknai dan dipahami oleh mereka yang memang sudah zuhud dalam berbangsa dan bernegara," katanya.
"Sehingga cara pandang kita tidak semata politik lahiriah yang cenderung naik turun, dinamis," sambungnya.