Bombardir Iran Tanpa Restu Kongres AS, Trump Terancam Dimakzulkan

Yohanes Endra Suara.Com
Minggu, 22 Juni 2025 | 13:41 WIB
Bombardir Iran Tanpa Restu Kongres AS, Trump Terancam Dimakzulkan
Donald Trump Bombardir Iran Tanpa Restu Kongres AS. [Instagram]

Suara.com - Pada Sabtu malam, 21 Juni 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melancarkan serangan militer ke situs-situs nuklir Iran.

Keputusan sepihak ini memicu gelombang kemarahan dari anggota parlemen dari Partai Demokrat, yang kini menyerukan pemakzulan terhadap dirinya.

Serangan yang diumumkan Trump melalui media sosial menyasar tiga situs nuklir utama Iran, yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan.

Trump menyebut operasi itu "sangat sukses." Namun tindakannya justru memicu perdebatan sengit soal legalitas serangan tanpa izin Kongres.

Anggota Kongres Sean Casten (D-IL) menjadi salah satu sosok yang mengeluarkan suara paling lantang.

Dalam cuitannya, Casten menyatakan bahwa tindakan Trump ini jelas merupakan pelanggaran yang dapat membuat dirinya dimakzulkan.

Dia menegaskan bahwa tidak ada presiden yang memiliki wewenang untuk mengebom negara lain yang tidak menimbulkan ancaman langsung bagi AS tanpa persetujuan Kongres.

Sebuah gedung di Israel meletup usai mendapat hantaman rudah dari militer Iran. [Suara.com]
Sebuah gedung di Israel meletup usai mendapat hantaman rudah dari militer Iran. [Suara.com]

Casten mengakui bahwa upaya pemakzulan mungkin tidak memiliki cukup dukungan suara di Kongres.

Namun, dia menekankan bahwa tindakan Trump ini menciptakan preseden berbahaya.

Baca Juga: Viral Video Warga Israel Tolak Tetangga Masuk Bunker saat Serangan Rudal, Warganet Geram!

"Saya mengatakan bahwa Anda tidak melakukan ini tanpa persetujuan Kongres dan jika (Ketua DPR Mike) Johnson tidak berani besok, kita punya masalah besar yang membahayakan Republik kita sendiri," tulis Casten.

Lebih lanjut, Casten juga menjelaskan bahwa dia sendiri tidak membantah bahwa Iran adalah ancaman nuklir.

Namun, dia percaya bahwa penyelesaian masalah tersebut harus melalui jalur diplomatik, sebagaimana yang diupayakan pemerintahan Obama melalui perjanjian JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama).

"Apakah ini lebih baik diselesaikan melalui langkah diplomatik atau militer bukanlah keputusan yang dapat diambil oleh cabang eksekutif secara sepihak," tegasnya.

Dalam sistem hukum AS, presiden sebenarnya tidak punya wewenang mutlak untuk menyerang negara lain tanpa persetujuan Kongres.

Namun, perlu dicatat bahwa Kongres belum secara resmi menyatakan perang sejak Perang Dunia II.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI