suara hijau

Pulau-Pulau di Indonesia Bisa 100 Persen Pakai Energi Terbarukan, IESR Beberkan Strateginya

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 01 Juli 2025 | 12:00 WIB
Pulau-Pulau di Indonesia Bisa 100 Persen Pakai Energi Terbarukan, IESR Beberkan Strateginya
Ilustrasi Tenaga Surya. [Pexel]

Menurut Alvin P Sisdwinugraha, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, keberhasilan program ini juga bergantung pada ambisi pemerintah daerah. NTB menargetkan net zero emission (NZE) pada 2050. Sementara NTT menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 47 persen pada 2034.

Untuk Sumbawa, strategi jangka pendek (2025–2035) adalah mengganti proyek-proyek berbasis fosil yang masih dalam tahap perencanaan dengan pembangkit energi terbarukan. Strategi jangka panjangnya (2036–2050) fokus pada pengurangan PLTU secara bertahap dan mengadopsi bahan bakar bersih seperti hidrogen dan amonia hijau.

Adapun strategi untuk Pulau Timor, fokus jangka pendeknya mirip: mengganti PLTU dan PLTG yang masih direncanakan dengan PLTS dan energi bersih lainnya. Sementara strategi jangka panjangnya adalah pensiun total pembangkit berbasis fosil pada 2050.

Sistem kelistrikan Timor pada 2050 diproyeksikan akan didominasi oleh PLTS (82%), mini hidro (9%), angin (6%), dan biomassa (3%).

Sulawesi juga menjadi perhatian utama IESR. Menurut Abraham Halim, Analis Sistem Ketenagalistrikan IESR, Sulawesi punya potensi proyek energi terbarukan sekitar 63 GW, terutama dari surya dan angin.

IESR memperkirakan bahwa proporsi energi terbarukan variabel (VRE) seperti surya dan angin di Sulawesi akan naik dari 2,4 persen pada 2024 menjadi 29 persen pada 2060.

Namun, kuncinya adalah fleksibilitas. Dalam jangka pendek (2030–2040), fleksibilitas bisa berasal dari pembangkit hidro, fosil, atau energi baru lainnya. Dalam jangka panjang, baterai, interkoneksi antarpulau, dan manajemen musiman akan menjadi tumpuan.

IESR menyarankan agar pemerintah mengintegrasikan analisis fleksibilitas dalam perencanaan energi jangka panjang. Termasuk memaksimalkan kombinasi VRE dan teknologi penyimpanan untuk menekan biaya sistem secara keseluruhan.

Rekomendasi dan Tantangan
Studi ini menggarisbawahi beberapa langkah penting. Mulai dari percepatan pensiun dini PLTU, penguatan infrastruktur energi, hingga reformasi proses pengadaan energi terbarukan.

Baca Juga: Punya Banyak Potensi, Kenapa Energi Terbarukan di Indonesia Sulit Melesat?

“Transformasi ini memerlukan koordinasi di antara berbagai pemangku kepentingan. Instansi pemerintah harus menyelaraskan kebijakan lintas sektor, penyedia energi perlu berkolaborasi dalam perencanaan regional dan berbagi sumber daya, sementara partisipasi sektor swasta harus didorong melalui kerangka investasi yang jelas dan stabil,” ujar Alvin.
Transisi energi bukan hanya soal teknologi, tapi juga kemauan politik, kolaborasi, dan kepastian regulasi.

Dan Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan kekayaan energi surya dan angin, punya peluang besar untuk menjadi contoh sukses global. Tapi hanya jika semua pihak bergerak bersama, dari pemerintah pusat hingga daerah, dari swasta hingga masyarakat.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI