Suara.com - Kecelakaan yang menimpa Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya kembali membuat publik menyoroti selat Bali.
Pertanyaan soal mengapa tidak dibangun jembatan di antara Pulau Jawa dan Pulau Bali kembali bermunculan.
Terlebih, menurut mereka adanya jembatan ini lebih aman jika dibandingkan harus menyeberang pulau dengan kapal feri.
Pandangan tersebut ini muncul karena banyak yang belum mengetahui bagaimana seluk beluk Selat Bali dan risikonya.
Lantas mengapa sebenarnya hingga saat ini tidak dibangun jembatan di antara pulau Jawa dan Pulau Bali?
Pembangunan jembatan penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Bali sebenarnya sudah direncanakan sejak 1960 oleh Almarhum guru besar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Dr (HC) Ir. Sedyatmo.
Tidak hanya berhenti di situ, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga Kembali mengusulkan proyek tersebut pada Tahun 2012, seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas di Selat Bali.
Namun, usulan pembangunan jembatan tersebut justru mendapat banyak penolakan, terutama dari pihak Kabupaten Jembrana, Bali dan Persatuan Hindu-Dharma Indonesia (PHDI).
Alasan-alasan Proyek Jembatan Selat Bali tidak terealisasikan:
Baca Juga: Sekolah Swasta di Jabar Terancam Gulung Tikar Gara-gara Kebijakan 'Nyeleneh' Dedi Mulyadi?
1. Bukan Prioritas
Pemerintah Kabupaten Jembrana menganggap bahwa infrastruktur jalan yang menghubungkan Denpasar dengan Gilimanuk lebih penting untuk ditingkatkan daripada membangun jembatan.
Menurut mereka, perbaikan jalan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar dengan meningkatkan aksesibilitas dan mengurangi kemacetan lokal.
2. Kepercayaan dan Mitologi
Selain itu, tidak terealisasinya Pembangunan jembatan di antara Pulau Jawa dan Pulau Bali ini juga erat kaitannya dengan kepercayaan setempat.
Menurut kepercayaan Hindu, Pulau Bali harus dipisahkan dari Pulau Jawa secara sekala (fisik) dan niskala (spiritual) oleh laut.