Suara.com - Biasanya, sosok yang menjabat Wakil Presiden RI tidak banyak mendapat sorotan dibanding Presiden RI. Tapi lain soal saat Wapres diemban oleh Gibran Rakabuming Raka, dia justru banyak disorot secara negatif.
Bahkan, kekinian, forum purnawirawan TNI dan banyak kalangan mendesak DPR untuk memakzulkan Gibran dari kursi wapres.
Di tengah-tengah izu pemakzulan itulah sebuah rencana besar tengah digodok di lingkaran Istana.
Gibran dipersiapkan untuk menerima penugasan khusus langsung dari Presiden Prabowo Subianto: mengatasi peliknya permasalahan di Tanah Papua.
Bahkan, nanti Gibran akan dibuatkan kantor di Papua. Dengan demikian, ia akan jauh dari pusat kekuasaan pemerintahan di Jakarta.
Secara resmi, fokus kerja Gibran nantinya tak hanya pada percepatan pembangunan, tetapi juga meredam konflik yang tak kunjung usai.
Namun, di tengah optimisme pemerintah, ada pertanyaan besar soal apakah langkah ini berpeluang menjadi solusi efektif, atau justru mengulang kembali pendekatan yang telah terbukti tumpul?
Informasi ini pertama kali diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra.
Dalam sebuah acara resmi, Yusril menyebut penugasan ini sebagai sebuah langkah strategis yang belum pernah ada sebelumnya, bahkan mengisyaratkan Gibran akan lebih banyak beraktivitas langsung di Papua.
Baca Juga: Cegah Dana Koperasi Merah Putih Dikorupsi, Kemenkop Gandeng KPK dan Kejaksaan Agung
"Saya kira ini pertama kali presiden akan memberikan penugasan untuk menangani masalah Papua. Bahkan kantor wakil presiden juga akan ada di Papua, supaya wakil presiden itu bekerja dari Papua sembari menangani masalah Papua," katanya pada Rabu (2/7/2025).
Yusril menegaskan, fokus pemerintah tidak akan lagi semata-mata pada infrastruktur fisik. Pemenuhan hak asasi manusia (HAM) disebut akan menjadi pilar utama.
Ia menyoroti pentingnya pelibatan aparat keamanan yang harus beroperasi dengan kalkulasi HAM.
Menurutnya, partisipasi publik, terutama Orang Asli Papua (OAP), menjadi krusial untuk menentukan arah pembangunan yang adil dan menghormati hak-hak kultural serta sipil mereka.
Rencana ini, klaim Yusril, adalah wujud komitmen pemerintah mendengar aspirasi rakyat Papua.
Jejak Masa Lalu dan Seruan Dialog