Viral Sekelompok Orang Berbaju Putih Mirip Tawaf di Gunung Lawu, Begini Keterangan Perhutani

Ferry Noviandi Suara.Com
Senin, 14 Juli 2025 | 16:49 WIB
Viral Sekelompok Orang Berbaju Putih Mirip Tawaf di Gunung Lawu, Begini Keterangan Perhutani
Video sekelompok orang berbaju putih di Gunung Lawu tengah viral di media sosial. [YouTube]

Suara.com - Baru-baru ini, video sekelompok orang yang melakukan ritual dengan pakaian serba putih di puncak Gunung Lawu viral dan menarik perhatian publik.

Dalam video berdurasi 23 detik itu terlihat orang-orang mengenakan pakaian serba putih duduk dan menggerakkan badannya ke kanan dan kekiri, layaknya orang yang tengah berzikir.

Mereka juga lantas berdiri dan mengelilingi tugu di puncak Gunung Lawu, seperti orang tengah melakukan tawaf.

Mereka mengelilingi puncak Gunung Lawu, yang tengahnya berdiri seperti tugu berbentuk persegi empat, dengan bagian atasnya berwarna tampak runcing dan berwarna putih.

Semetara orang yang mengambil video tersebut adalah pendaki, dan dia bersama beberapa orang temannya merasa bingung dengan kegiatan tersebut.

Mengenai video viral tersebut sudah ditanggapi oleh Asper BKPH Lawu Selatan, Mulyadi.

Menurut Mulyadi yang mengutip dari Beritajatim.com, aktivitas itu bukan berasal dari aliran sesat.

"Kami setelah melihat video-video yang viral di media sosial, langsung melakukan penelusuran. Ternyata ada kelompok sekitar 100 orang yang naik ke Gunung Lawu melalui Cemoro Sewu untuk melakukan ritual," kata Mulyadi, Senin (14/7/2025).

Menurut Mulyadi, kegiatan tersebut dipimpin oleh seseorang bernama Rohmat yang berdomisili di Desa Sambungganggi, Kecamatan Sumber, Kabupaten Purwodadi.

Baca Juga: 5 Tempat Pesugihan yang Paling Terkenal di Pulau Jawa: Gunung hingga Pantai

"Mereka berasal dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU) di Purwodadi. Berdasarkan pengakuan Pak Rohmat, kegiatan ini rutin dilakukan setiap tahun untuk ziarah dan tawasul kepada Sunan Gunung Lawu. Bacaan-bacaan doanya juga tidak menyimpang dari ajaran Islam," ujar Mulyadi.

ilustrasi Gunung Lawu (Wikimedia Commons/Risanprasetyo)
ilustrasi Gunung Lawu (Wikimedia Commons/Risanprasetyo)

Menurutnya, ritual itu telah dilaksanakan selama 14 tahun berturut-turut, tepatnya setiap hari Jumat setelah tanggal 11 Syuro.

Mereka naik ke puncak sejak Kamis pagi dan bermalam di atas. Pada Jumat menjelang salat Jumat, mereka melakukan doa bersama, kemudian dilanjutkan salat Jumat karena jumlah jamaah mencukupi.

Fenomena ini sekali lagi menyorot status Gunung Lawu bukan hanya sebagai destinasi pendakian, tetapi juga sebagai pusat kegiatan spiritual yang kental dengan aura mistis dan tradisi kuno yang telah berakar selama berabad-abad di tanah Jawa.

Gunung Lawu, yang menjulang di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah lama dianggap sebagai tempat sakral.

Jauh sebelum menjadi tujuan populer bagi para pendaki, gunung ini merupakan pusat penting bagi praktik keagamaan dan spiritual.

Situs-situs purbakala seperti Candi Sukuh dan Candi Cetho yang tersebar di lerengnya menjadi bukti bisu dari peranan penting gunung ini sejak era Majapahit akhir.

Sebuah artikel dari platform pendidikan seni, Smarthistory, menyebutkan bahwa struktur candi di Lawu, seperti Sukuh, mengadopsi bentuk punden berundak yang telah ada sejak era prasejarah Jawa untuk merepresentasikan Gunung Mahameru, rumah Dewa Siwa dalam mitologi Hindu.

Aktivitas spiritual di Gunung Lawu, termasuk yang dilakukan oleh kelompok berbaju putih tersebut, sering kali merupakan manifestasi dari Kejawen, sebuah sistem kepercayaan sinkretis yang memadukan elemen animisme, Hindu-Buddha, dan Islam.

Para penganutnya memandang Lawu sebagai tempat dengan energi spiritual yang kuat, ideal untuk melakukan "laku prihatin" atau ritual penyucian diri, meditasi, dan mencari pencerahan.

Menurut berbagai studi, kegiatan komunitas di Gunung Lawu sekitar abad ke-15 hingga ke-16 didominasi oleh para rsi dan pertapa yang memuliakan Parwatarajadewa, atau dewa penguasa gunung. Praktik ini terus berlanjut hingga kini dalam berbagai bentuk, diwariskan dari generasi ke generasi.

Daya tarik spiritual Gunung Lawu ternyata tidak hanya memikat warga lokal. Pesona mistisnya telah lama menarik perhatian para pencari spiritual dari mancanegara.

Sebuah laporan dari The Jakarta Post pada 2018 menyoroti kedatangan beberapa warga negara asing, termasuk dari Prancis, yang secara khusus datang dan tinggal di lereng Lawu untuk mempelajari spiritualisme Jawa.

Salah satu dari mereka, Jay Bronson, menyatakan, "Ini adalah kunjungan kedua saya ke Demping (sebuah dusun di lereng Lawu), namun tempat ini tidak pernah berhenti membuat saya takjub. Orang-orangnya hidup sederhana, namun begitu tenang dan damai".

Kehadiran para pengunjung asing ini menunjukkan bahwa tradisi spiritual di Lawu memiliki daya tarik universal.

Mereka datang untuk merasakan langsung kearifan lokal, budaya, dan kehidupan di lereng Lawu yang kaya.

Fenomena kelompok berbaju putih yang melakukan ritual di puncak Lawu, oleh karena itu, bukanlah sekadar pemandangan unik, melainkan bagian dari denyut nadi spiritual yang hidup dan terus dijaga.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI