Ganja Akhirnya Diteliti di Indonesia! Kepala BNN: Bila Oke Dibeli Pakai Resep Dokter

Bernadette Sariyem Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 17:46 WIB
Ganja Akhirnya Diteliti di Indonesia! Kepala BNN: Bila Oke Dibeli Pakai Resep Dokter
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Marthinus Hukom (tengah). BNN resmi menggandeng Universitas Udayana Bali untuk meneliti manfaat ganja bagi keperluan medis. Bila terbukti, maka nanti ganja bisa dibeli memakai resep dokter. [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Wacana pemanfaatan ganja untuk keperluan medis di Indonesia memasuki babak baru yang lebih serius dan berbasis ilmiah.

Badan Narkotika Nasional atau BNN secara resmi menggandeng Universitas Udayana, Bali, untuk melakukan penelitian mendalam terhadap tanaman ganja.

Langkah ini diambil untuk mengakhiri perdebatan yang selama ini hanya berlandaskan klaim personal dan mitos, serta untuk membuktikan secara saintifik ada atau tidaknya kandungan obat dalam tanaman kontroversial tersebut.

Kepala BNN Komjen Marthinus Hukom menegaskan, pendekatan yang diambil saat ini adalah murni berbasis riset.

Menurutnya, diskusi publik mengenai ganja medis harus didasarkan pada data dan bukti ilmiah yang valid, bukan pengalaman subjektif para penggunanya.

"Kami juga membuka ruang berdiskusi tentang ganja berdasarkan hasil penelitian. Tapi bukan berdasarkan mitos atau pengakuan pribadi-pribadi yang menggunakan ganja," kata Kepala BNN Komjen Marthinus Hukom dalam kuliah umum di Universitas Udayana, Bali, pada Selasa (15/7/2025).

[Suara.com/Emi Rohimah]
[Suara.com/Emi Rohimah]

Membedah Kandungan Ganja: Mana yang Obat?

Salah satu fokus utama penelitian yang dilakukan bersama Universitas Udayana adalah untuk mengidentifikasi secara spesifik zat mana dalam tanaman ganja yang berpotensi sebagai obat.

Marthinus menjelaskan bahwa ganja memiliki ratusan senyawa kimia.

Baca Juga: Kepala BNN Larang Tangkap Artis Pengguna Narkoba: Mereka Patron Sosial

Namun, dua yang paling dikenal adalah cannabidiol (CBD) yang diklaim memiliki efek terapeutik, dan delta-9-tetrahidrokanabinol (THC) yang bersifat psikoaktif dan memabukkan.

Kerumitan inilah yang ingin diurai melalui penelitian.

BNN ingin memastikan senyawa mana yang benar-benar berkhasiat untuk pengobatan, sehingga bisa dipisahkan dari zat yang menyebabkan ketergantungan dan efek negatif lainnya.

"Pertanyaannya, yang mana yang menjadi obat? Apakah cannabinol-nya atau tetra, apa? Tetra kanabinoid ataukah ada yang lain? Jadi kita sedang melakukan penelitian," kata dia.

Riset ini diharapkan dapat memberikan jawaban pasti mengenai potensi medis ganja, sehingga kebijakan yang akan diambil di masa depan memiliki landasan ilmiah yang kuat.

INFOGRAFIS: Mengenal Ganja Medis untuk Pengeboatan
INFOGRAFIS: Mengenal Ganja Medis untuk Pengeboatan

Regulasi Ketat, Bukan Legalisasi Bebas

Marthinus Hukom juga meluruskan persepsi publik bahwa penelitian ini akan berujung pada legalisasi ganja secara bebas.

Ia menegaskan, jika hasil riset nantinya terbukti positif dan ganja memang bisa dimanfaatkan sebagai tanaman obat, langkah selanjutnya adalah pembuatan regulasi yang sangat ketat, bukan melegalkannya untuk dijual bebas.

Menurutnya, perlu ada payung hukum yang mengatur penggunaan ganja medis secara terkontrol, yakni hanya bisa diakses melalui resep dokter.

Hal ini untuk mencegah ganja beredar liar di pasaran dan disalahgunakan oleh masyarakat.

"Kalaupun terbukti ganja bisa mengobati, bukanlah melegalkan, tapi diatur penggunaannya dengan menggunakan resep dokter. Bukan bebas dijual seperti di kampung atau pasar," kata dia.

Ancaman Penyalahgunaan Tetap Jadi Prioritas

Di tengah eksplorasi potensi medis, BNN tidak menutup mata terhadap ancaman nyata penyalahgunaan ganja di Indonesia.

Marthinus mengungkapkan bahwa saat ini tercatat ada 1,4 juta penyalahguna narkotika jenis ganja di tanah air.

Angka ini dinilai sangat berisiko, apalagi tanaman ganja sangat mudah tumbuh dan dikembangkan di iklim tropis Indonesia.

Oleh karena itu, penindakan hukum terhadap segala bentuk peredaran dan penyalahgunaan ganja sesuai amanat Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika akan tetap berjalan tanpa kompromi. Ia juga menyoroti dampak sosial yang merusak dari penyalahgunaan ganja.

"Dampak dari penggunaan ganja, orang hidup dalam ilusi, dalam khayalan-khayalan. Lalu penduduk kita yang miskin, yang tidak berpendidikan, yang kurang akses untuk ekonomi dan pendidikan, mereka hidup dalam khayalan-hayalan tadi akibat dari ganja. Coba bayangkan apa yang sedang terjadi dengan moral anak-anak kita hari ini," katanya.

Sementara itu, Rektor Universitas Udayana, Ketut Sudarsana, mengonfirmasi bahwa riset ganja medis ini secara spesifik melibatkan para peneliti dari Fakultas Ilmu Farmasi.

Kolaborasi ini telah dimulai sejak awal tahun 2025 dan prosesnya masih terus berjalan. Pihak universitas pun masih menunggu izin untuk mendapatkan bahan dasar penelitian langsung dari BNN.

"Riset mulai sejak awal tahun dan sedang berjalan. Kami juga memohon izin bahan dasarnya dari riset dari BNN," katanya.

Sudarsana menambahkan bahwa hasil awal riset belum dapat diumumkan kepada publik karena proses penelitian masih berlangsung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI