Suara.com - Vonis 3,5 tahun penjara terhadap Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, tak hanya disikapi sebagai akhir dari proses hukum, tetapi juga sebagai panggilan untuk mengevaluasi berbagai praktik peradilan di Indonesia.
Tim kuasa hukum Hasto menyampaikan sembilan catatan penting atas putusan majelis hakim, yang dinilai perlu diperbaiki untuk menghindari terulangnya ketidakadilan dalam perkara serupa.
Febri Diansyah, anggota tim hukum Hasto, menyampaikan bahwa catatan-catatan tersebut disusun bukan semata-mata untuk membela klien mereka, melainkan sebagai bentuk koreksi terhadap dugaan kekeliruan dalam prosedur maupun pertimbangan hukum.
“Catatan ini penting untuk dikoreksi agar tidak ada lagi korban-korban berikutnya dalam sebuah proses peradilan tanpa dasar bukti yang kuat,” kata Febri.
Sorotan atas Dakwaan Obstruction of Justice: Penegasan Penting dalam Hukum Pidana
Tim hukum mencatat adanya preseden positif dari pertimbangan majelis hakim yang menolak dakwaan perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Bagi Febri, keputusan ini menjadi langkah penting bagi penegakan hukum yang lebih akurat dan adil.
Ia menyebut dua poin utama yang menjadi kemenangan hukum bagi tim pembela:
Pasal 21 adalah delik materil: Hakim sepakat bahwa pasal ini mensyaratkan adanya akibat nyata berupa hambatan terhadap proses penyidikan.
Baca Juga: Mantan Penyidik Geram! Dorong KPK Banding Vonis Ringan Hasto Kristiyanto
Tidak berlaku pada tahap penyelidikan: Majelis menyatakan bahwa pasal tersebut hanya relevan diterapkan dalam proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan, bukan penyelidikan.
“Ini penegasan yang sangat bagus dan kami harap ini bisa jadi standing position dari institusi peradilan di Indonesia. Semoga ini juga menjadi inspirasi bagi proses-proses yang berjalan saat ini,” ujar Febri.
Vonis Suap Dipertanyakan: Bukti Dianggap Daur Ulang, Logika Putusan Dinilai Lemah
Di sisi lain, tim hukum menyoroti sejumlah kejanggalan yang menurut mereka justru menjadi titik lemah dalam vonis terkait suap.
Febri menyoroti khusus soal bukti komunikasi WhatsApp yang diklaim hakim sebagai “bukti baru”.
“Saya tidak tahu bagaimana cara Majelis Hakim mengatakan bahwa itu bukti baru. Hal itu secara jelas dan tegas sudah ada dalam bukti dan bahkan sudah dipertimbangkan dalam perkara sebelumnya. Ini menciptakan ketidakpastian hukum,” tegasnya.