Kontroversi Transfer Data WNI ke AS: Jaminan HAM Pigai Cuma Redakan Krisis Kepercayaan Publik?

Selasa, 29 Juli 2025 | 15:37 WIB
Kontroversi Transfer Data WNI ke AS: Jaminan HAM Pigai Cuma Redakan Krisis Kepercayaan Publik?
Menteri HAM Natalius Pigai saat memberi keterangan kepada peserta dan awak media. [Suara.com/Yaumal]

Suara.com - Pernyataan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, yang menyebut pengalihan data pribadi WNI ke Amerika Serikat tidak melanggar prinsip HAM sontak menjadi pusat kontroversi.

Di atas kertas, jaminannya terdengar logis: selama prosesnya tunduk pada Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), segalanya akan aman dan terkendali.

Ia menekankan bahwa pertukaran data tersebut tidak dilakukan secara serampangan, melainkan dengan tata kelola yang aman dan terukur.

"Selama dijalankan berdasarkan aturan yang ada, maka tidak ada pelanggaran terhadap prinsip HAM," ujar Pigai dikutip Selasa (29/7/2025).

Pernyataannya menggarisbawahi bahwa kerangka hukum Indonesia telah disiapkan untuk mengawasi transfer data lintas negara secara bertanggung jawab.

Secara teori, UU PDP memang menjadi benteng yang dirancang untuk melindungi setiap informasi pribadi warga dari penyalahgunaan.

Namun, di ruang publik yang riuh, jaminan tersebut disambut dengan skeptisisme mendalam, bukan tanpa alasan.

Kredibilitas pernyataan Pigai dipertaruhkan di hadapan memori kolektif masyarakat mengenai penegakan HAM di Indonesia.

Bagi banyak warga, terutama aktivis dan korban, masa jabatan seorang pejabat HAM diukur dari kemampuannya menuntaskan kasus-kasus yang menggantung.

Baca Juga: Amerika Sumringah Dapat Data RI, Pemerintah: Bukan Info Pribadi dan Strategis

Kenyataannya, sejumlah kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu tak kunjung menemukan titik terang dan keadilan, meninggalkan luka lama yang terus menganga.

Kegagalan inilah yang membangun tembok ketidakpercayaan yang kini harus dihadapi oleh Pigai.

Ketika sosok yang rekam jejaknya dalam penegakan HAM dianggap belum memuaskan oleh sebagian besar publik mengeluarkan jaminan, keraguan pun muncul secara alami.

Pertanyaannya menjadi lebih fundamental: bagaimana publik bisa memercayai jaminan perlindungan HAM dalam ranah digital dari figur yang dinilai belum berhasil menuntaskan pelanggaran HAM di dunia nyata?

Pernyataan langsung Pigai alih-alih menenangkan, justru memicu perdebatan lebih lanjut.

Argumennya yang berlandaskan kepatuhan hukum pada UU PDP seolah mengabaikan konteks yang lebih besar: ekosistem digital Indonesia yang keropos dan rentan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI