Suara.com - Media sosial kembali dibuat ramai oleh sebuah video viral yang menguras emosi banyak warganet.
Rekaman singkat itu menampilkan adegan dramatis, seorang ibu, sambil menggendong anaknya yang tampak kesal, meluapkan amarahnya di sebuah ruangan yang diduga adalah unit administrasi di sebuah rumah sakit.
Puncak dari kemarahannya adalah ketika ia dengan kasar membanting sebuah monitor komputer hingga terjatuh, tepat di hadapan dua petugas wanita yang hanya bisa terpaku.
Video ini menyebar dengan cepat, terutama setelah dibumbui dengan narasi yang sangat menyentuh dan provokatif.
Sebuah keterangan yang disematkan dalam video menuduh bahwa kemarahan sang ibu dipicu oleh perlakuan diskriminatif pihak rumah sakit.
Anaknya, menurut narasi tersebut, diabaikan karena ia berniat menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS.
"Seorang ibu ngamuk di rumah sakit karena anaknya diabaikan. Gara-gara bayarnya mau pakai BPJS rumah sakit," demikian bunyi tulisan yang menjadi bahan bakar utama viralnya video ini.
Narasi tersebut terbukti sangat efektif. Kolom komentar di berbagai akun gosip yang mengunggah ulang video ini langsung dibanjiri oleh luapan simpati dan dukungan untuk sang ibu.
Banyak warganet merasa terwakili, seolah kemarahan ibu tersebut adalah puncak dari kekecewaan kolektif terhadap pelayanan publik yang terkadang masih pandang bulu.
Baca Juga: Arhan Berjuang di Thailand, Zize di Jakarta Viral: Mampukah Cinta Jarak Jauh Bertahan?
"Keren Bu, Anda mewakili semua," tulis seorang warganet.

"I support you Bu," kata warganet yang lain. Ada pula yang berbagi pengalaman serupa,.
"Tapi memang bener, kenapa kalau kita bilang BPJS mbaknya jutek? Padahal BPJS juga bayar, enggak gratis," tulis seorang pengguna, mengamini narasi yang beredar.
Namun, di tengah gelombang dukungan emosional tersebut, sebagian warganet yang lebih jeli mulai menemukan sejumlah kejanggalan.
Mereka tidak langsung menelan mentah-mentah narasi yang disajikan dan mulai berperan sebagai detektif digital. Pertanyaan-pertanyaan kritis pun mulai bermunculan.
"Di India ada BPJS kah?" tanya seorang warganet dengan skeptis. Pertanyaan sederhana ini menjadi titik balik yang membongkar keseluruhan narasi.
Kecurigaan itu semakin menguat setelah memperhatikan detail-detail visual dalam video.
Cara berpakaian orang-orang yang terekam, terutama para wanita yang banyak mengenakan busana khas Asia Selatan seperti shalwar kameez, sangat berbeda dengan gaya berbusana di Indonesia.
Suasana dan arsitektur rumah sakit pun tidak menunjukkan ciri khas fasilitas kesehatan di Tanah Air.
"Itu mah video jadul dari negara sebelah, Upin Ipin. Bisa-bisanya di-up dengan judul yang beda," imbuh seorang warganet yang tampaknya pernah melihat video aslinya.
Ia dengan tepat menunjukkan bahwa video tersebut adalah konten lama dari luar negeri yang didaur ulang dengan narasi baru untuk memancing kemarahan publik di Indonesia.

Fakta pun terungkap, video tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan Indonesia, apalagi dengan BPJS.
Ini adalah contoh klasik dari disinformasi, di mana sebuah konten dramatis tanpa konteks diambil dan ditempeli narasi palsu yang relevan dengan isu sosial di negara target.
Insiden ini menjadi pelajaran pahit tentang pentingnya literasi digital dan sikap kritis sebelum memberi reaksi atau menyebarkan informasi di media sosial.