Prabowo Beri Amnesti Hasto & Abolisi Tom Lembong Sekaligus, Ada Apa? Ini Kata Pakar Hukum UGM

Jum'at, 01 Agustus 2025 | 14:49 WIB
Prabowo Beri Amnesti Hasto & Abolisi Tom Lembong Sekaligus, Ada Apa? Ini Kata Pakar Hukum UGM
Kolase foto abolisi terhadap Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan amnesti terhadap Hasto Kristiyanto. (kolase Suara.com/Dwi Bowo Raharjo)

Suara.com - Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberi amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada eks Mendag Thomas Lembong atau Tom Lembong memicu tanda tanya.

Selain secara tiba-tiba, amensti dan abolisi itu diberikan dalam waktu yang bersamaan.

Pakar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar ikut menyoroti hal itu. Menurut dia keputusan itu sah secara konstitusi.

"Kalau amnesti itu, kan amnesti dan abolisi kan memang hak prerogatif presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar," kata Akbar saat dihubungi, Jumat (1/8/2025).

Dia memaparkan bahwa amnesti dan abolisi itu memang secara aturan itu memerlukan pertimbangan DPR sebab bernuansa politis.

Sementara grasi dan rehabilitasi harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung sebab bersifat yuridis.

"Pasal 14 ayat 2, amnesti dan abolisi itu diajukan ke DPR karena dia bernuansa memang politik. Ada pertimbangan politik di dalamnya sehingga ke DPR," ucapnya.

Dalam kasus ini, Akbar menyoroti isi perkara dan latar belakang dua tokoh tersebut.

"Dua kasus tersebut memiliki konten yang berbeda. Satunya itu adalah Pasal 2, Pasal 3 yang juga ramai diperbincangkan dengan Pasal suap. Satu yang ada murni memang aktif di partai politik, bahkan sebagai pejabat partai politik. Sedangkan Tom Lembong kan bukan orang partai politik," terangnya.

Baca Juga: Jokowi Akui Tak Diajak Bicara Presiden Prabowo soal Pengampunan 2 Musuh Politiknya

Selain itu pemberian pendekatan hukum abolisi dan amnesti kepada dua sosok tersebut turut dipertanyakan.

Seharusnya ketika putusan belum bersifat inkrah maka semua disamakan dengan pemberian abolisi saja.

"Jadi kalau dia belum inkrah, dia pakainya abolisi. Kalau amnesti itu menghapus eksekusi pidananya. Jadi kalau sudah inkrah lah. Nah, itu saya tak tau kenapa dibedakan," kata dia.

"Dan yang kedua adalah kenapa berbarengan juga, karena kan putusannya memang beda seminggu ya. Perbedaannya seminggu, tapi kemudian kenapa dibarengin juga, kan dua kasus tersebut memiliki konten yang berbeda," tambahnya.

Jaksa dan Hakim Tak Serta Merta Keliru

Akbar menilai langkah penghapusan proses hukum terhadap Tom Lembong melalui abolisi dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto tak serta-merta menandakan bahwa jaksa atau hakim keliru.

"Saya rasa itu tidak ada hubungannya dengan konteks itu, karena proses penuntutan dan proses persidangan sudah dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi dari masing-masing," ungkap dia.

"Penghapusan proses hukum itu bukan berarti kita mengantarkan ke dalam pokok perkaranya apakah itu betul-betul terjadi atau tidak. Jadi dia hanya menghapus proses hukum terhadap orang ini," imbuhnya.

Terkait status hukum dua tokoh tersebut, Akbar bilang keduanya pada dasarnya kini sudah bebas dari segala konsekuensi hukum.

"Ya keduanya kita katakan yang mendapatkan hak tersebut sehingga diselesaikan proses hukumnya. Tidak ada, tidak dapat lagi menjalani semua konsekuensi hukum tersebut," ujarnya.

Namun dalam kesempatan ini, Akbar turut menggarisbawahi bahwa pengaturan soal amnesti dan abolisi ini memang sudah seharusnya diperbarui.

"Ini pembaruan yang perlu dilakukan, memang seharusnya sudah ada undang-undang baru. Ini sudah masuk rancangan undang-undang grasi, abolisi, amnesti itu di dalam satu undang-undang," tandasnya.

Undang-undang yang berlaku saat ini, menurut Akbar, sudah terlalu usang. Sehingga menyebabkan parameter pemberian abolisi maupun amnesti tidak jelas.

"Amnesti dan abolisi itu diatur dalam undang-undang 54, sudah ketinggalan zaman. Sehingga tidak ada batasannya. Nah, makanya harusnya diatur lebih rinci lagi batasan dan parameternya, sehingga tidak serta-merta dapat digunakan kapanpun," paparnya.

Akbar menegaskan bahwa keputusan presiden tetap merupakan hak prerogatif yang tidak bisa dibatalkan oleh pihak lain.

Namun publik berhak untuk tahu alasan-alasan yang melandasi keputusan tersebut.

"Sebenarnya kalau misalnya kita komentari ya, hanya kenapa hal itu pertimbangan apa, apakah bisa di-publish juga surat abolisi dan amnestinya itu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan apa," tegas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI