Suara.com - Langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, yang telah disetujui oleh DPR, bukanlah sekadar keputusan hukum biasa.
Di baliknya, terbaca sebuah manuver politik tingkat tinggi dengan implikasi yang berlapis, mulai dari potensi pergeseran peta koalisi, hingga sinyal pergeseran relasi kekuasaan di tingkat elite.
Direktur Eksekutif Fixpoll Indonesia, Mohammad Anas RA, menganalisis bahwa keputusan ini memiliki dimensi strategis yang jauh melampaui pembebasan satu individu dari jerat hukum.
Menurutnya, langkah Prabowo ini secara efektif meredakan ketegangan lama dan membuka jalan baru bagi konsolidasi politik.
Anas menyoroti bagaimana kasus yang menjerat Hasto telah menjadi duri dalam daging bagi hubungan PDIP dengan kekuasaan sebelumnya.
Amnesti ini, kata dia, berfungsi sebagai "obat penawar" atas stigma tersebut.
"Isu kriminalisasi terhadap Sekjen PDIP oleh kekuasaan Jokowi menjadi stigma dikalangan pengurus partai banteng moncong putih pimpinan Megawati Soekarno Putri," kata Anas, Jumat (1/8/2025).
Dengan dihilangkannya stigma ini melalui tangan Prabowo, Anas meyakini ada proses lobi politik intensif yang sedang berlangsung di belakang layar.
Ia bahkan memprediksi bahwa bebasnya Hasto adalah tiket emas bagi PDIP untuk segera merapat dan menjadi bagian dari kabinet pemerintahan Prabowo.
Baca Juga: Bagai Sekadar Formalitas, Kongres PDIP Teguhkan Kekuasaan Absolut Megawati
Jika skenario ini terwujud, maka Prabowo akan mencetak sejarah baru dalam lanskap politik Indonesia.
Untuk pertama kalinya, seluruh partai politik yang memiliki kursi di parlemen akan berada dalam satu barisan mendukung pemerintah.
Kondisi ini akan memberikan stabilitas luar biasa bagi Prabowo untuk menjalankan berbagai kebijakan strategis tanpa hambatan berarti dari legislatif.
Sinyal ke arah sana dinilai semakin jelas. Komunikasi politik antara kedua kubu, yang sebelumnya berseberangan, kini terlihat semakin cair dan intens.
“Saat ini, Gerindra dan PDIP tampaknya aktif menjalin komunikasi. PDIP juga terlihat berupaya melobi Prabowo terkait kasus Hasto dan berusaha membangun citra sebagai partai yang tidak bersikap anti-pemerintah di mata publik,” jelas Anas.
Potensi Awal Keretakan Prabowo-Jokowi
Namun, di sisi lain dari manuver politik yang tampak cemerlang ini, Anas membaca adanya potensi persoalan baru yang tak kalah pelik: awal keretakan hubungan antara Presiden Prabowo Subianto dengan pendahulunya, Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.
Pemberian amnesti ini, secara tidak langsung, dapat diartikan sebagai tindakan Prabowo yang "mengoreksi" atau bahkan "menganulir" proses hukum yang terjadi di era pemerintahan Jokowi.
Keputusan ini seolah memvalidasi narasi yang selama ini dibangun oleh kubu Hasto bahwa kasusnya adalah bentuk persekusi politik.
"Narasi tahanan politik yang dibangun Hasto Kristiyanto itu sukses sehingga mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto," jelasnya.
Dengan memberikan "kemenangan" narasi ini kepada Hasto dan PDIP, Prabowo menempatkan dirinya sebagai figur yang berbeda dari Jokowi.
Ini adalah penegasan otoritas dan gaya kepemimpinan baru yang tidak lagi berada di bawah bayang-bayang presiden sebelumnya.
Bagi pengamat, langkah ini bisa menjadi penanda awal dari divergensi politik antara dua tokoh yang sebelumnya bersekutu erat, dinamika yang akan sangat menarik untuk diikuti dalam beberapa waktu ke depan.