Suara.com - Koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong merupakan kebijakan politis.
Mereka menegaskan bahwa penyelesaian perkara pidana melalui jalur kebijakan politik akan menjadi preseden destruktif bagi penegakan hukum.
Kritik Utama tersebut diarahkan pada fakta bahwa kasus kedua terdakwa belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Bahkan, Hasto, yang divonis tiga tahun enam bulan dalam kasus suap, dan Tom, yang divonis empat tahun enam bulan dalam kasus impor gula, sama-sama tengah menempuh proses banding.
"Pemberian abolisi dan amnesti terhadap terdakwa yang kasusnya belum inkracht adalah bentuk intervensi politik penegakan hukum antikorupsi dan mencederai prinsip checks and balances," kata Peneliti ICW Almas Sjafrina yang mewakili ketiga lembaga, dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).
Intervensi dari lembaga eksekutif terhadap lembaga yudikatif, menurut mereka, secara langsung mengganggu independensi peradilan.
"Intervensi tersebut juga berdampak negatif terhadap pengungkapan kasus yang belum final terbukti di persidangan. Padahal, pembuktian dalam persidangan diperlukan untuk melihat terbukti atau tidaknya perbuatan terdakwa," ujar Almas.
Menurutnya, sekalipun ada kritik terhadap proses hukum yang berjalan, intervensi tetap tidak dapat dibenarkan karena masih tersedia mekanisme koreksi internal di dalam sistem peradilan itu sendiri.
"Sekalipun terdapat narasi dan kritik besar terhadap penegakan hukum yang tengah berlangsung, bentuk intervensi penegakan hukum tetap tidak dapat dibenarkan," katanya.
Baca Juga: Yusril 'Turun Gunung' Bela Prabowo: Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Sah!
Ia menekankan bahwa terdakwa masih memiliki ruang untuk mencari keadilan melalui upaya hukum lanjutan.
"Upaya hukum lanjutan tersebut perlu dilihat sebagai ruang atau mekanisme koreksi apabila terdapat putusan hakim yang dirasa tidak adil," kata Almas.
Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), dan IM57+ Institute.