PDIP Pilih Jadi Penyeimbang, Bikin Demokrat Nostalgia: Kami Pernah 9 Tahun

Selasa, 05 Agustus 2025 | 16:31 WIB
PDIP Pilih Jadi Penyeimbang, Bikin Demokrat Nostalgia: Kami Pernah 9 Tahun
Ketua DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron. Partai berlambang bintang merci tersebut menghormati pilihan PDIP yang mengambil sikap sebagai penyeimbang pemerintah. (Suara.com/Bagaskara)

Suara.com - Manuver politik PDI Perjuangan (PDIP) untuk menjadi kekuatan penyeimbang di luar pemerintahan mendapat apresiasi Partai Demokrat.

Bahkan, Demokrat menyebut langkah PDIP pernah dilakoni partai berlambang bintang merci tersebut selama hampir satu dekade.

Lantas, apa esensi sesungguhnya dari peran penyeimbang yang kini menjadi pilihan strategis bagi partai berlambang banteng tersebut?

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron, secara terbuka menyambut baik dan menghormati sikap politik PDI Perjuangan (PDIP) yang memilih menjadi kekuatan penyeimbang bagi pemerintah.

Ia menegaskan, konsep tersebut bukanlah anomali dalam lanskap politik nasional, mengingat Partai Demokrat pernah menjalankan peran identik selama sembilan tahun di luar pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Partai Demokrat pernah juga menjadi partai penyeimbang, selama pemerintahan Pak Jokowi kita juga berada di luar pemerintahan," kata Herman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

Herman memaparkan, esensi fundamental dari peran penyeimbang adalah mendukung kebijakan pemerintah yang secara substantif sejalan dengan aspirasi dan harapan rakyat.

Sebaliknya, menjadi tugas mutlak bagi partai penyeimbang untuk melontarkan kritik proporsional terhadap kebijakan yang dinilai bertentangan dengan kepentingan publik.

"Kalau kebijakan negara sesuai dengan aspirasi dan harapan rakyat kami mendukungnya, tetapi kalau ada hal-hal yang tentu bertentangan dengan aspirasi dan harapan rakyat, mengkritisinya," tegasnya.

Baca Juga: PDIP Main Dua Kaki? Ogah Masuk Kabinet Prabowo, Tapi Juga Tolak Jadi Oposisi

Ia menyoroti peran krusial anggota dewan di parlemen (DPR) sebagai instrumen utama untuk meluruskan dan menyuarakan aspirasi rakyat, meski pada akhirnya memerlukan diskursus dengan pemerintah.

Herman menilai bahwa sikap yang diambil PDIP sudah berada di jalur yang tepat.

Menurutnya, adalah sebuah kondisi ideal jika seluruh potensi bangsa dapat bersatu dalam tujuan kolektif untuk kemajuan negara, sekalipun berangkat dari ide dan gagasan yang divergen.

"Sudah bagus lah, karena idealnya seluruh potensi bangsa bersatu, seluruh potensi bangsa memiliki tujuan yang sama, meskipun dengan pemikiran, ide, gagasan yang berbeda-beda, tetapi tujuannya harus sama," katanya.

"Jadi menurut saya sudah benar dan konsep itu pernah juga Partai Demokrat lakukan selama 9 tahun," sambungnya.

Sebelumnya, PDIP kembali menegaskan posisinya sebagai kekuatan penyeimbang bagi pemerintahan.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat Kongres ke-6 PDIP di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Sabtu (2/8/2025). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat Kongres ke-6 PDIP di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Sabtu (2/8/2025). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Ketua DPP PDIP Bidang Keanggotaan dan Organisasi, Andreas Hugo Pareira, menyatakan bahwa peran ini merupakan implementasi arahan tegas dari Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri.

Menurutnya, posisi sebagai penyeimbang tidak mengharuskan PDIP berada di dalam kabinet. Ia menegaskan bahwa partisipasi dalam kabinet merupakan hak prerogatif presiden yang patut dihormati.

"Bergabung tidak harus ada di dalam pemerintahan, tetapi bagaimana kita memberikan dukungan secara substantif, secara kualitatif terhadap pemerintahan," ujar Andreas kepada wartawan, Selasa (5/8/2025).

Andreas menjelaskan, sebagai penyeimbang, PDIP dapat memberikan dukungan terhadap program-program pemerintah yang prorakyat, sembari melancarkan kritik yang konstruktif.

Menurutnya, kritik dan masukan dari luar struktur justru esensial bagi presiden sebagai 'second opinion' untuk mengevaluasi implementasi program-program yang berjalan.

"Mengkritisi hal-hal yang kemudian perlu menjadi kritik terhadap pemerintah dan itu saya kira hal yang juga dihendaki oleh presiden," katanya.

"Bahwa presiden juga membutuhkan second opinion dari luar pemerintahan untuk melihat perkembangan-perkembangan bagaimana program-program pemerintahan yang dijalankan," sambungnya.

Sikap politik ini, lanjut Andreas, merupakan representasi dari suara publik yang beragam dan tidak selamanya konvergen dengan narasi pemerintah.

Dengan posisi tersebut, PDIP diyakini dapat lebih leluasa menjalankan fungsinya untuk menjaga ekuilibrium dalam proses pemerintahan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI