Suara.com - Di tengah pusaran kasus dugaan penipuan triliunan rupiah, satu pertanyaan mendasar kerap muncul yakni "Siapa sebenarnya Gibran Huzaifah dari sisi akademis?"
Jawabannya membuat skandal ini terasa semakin ironis.
Ia bukanlah sosok tanpa bekal, melainkan produk dari salah satu institusi pendidikan terbaik di Indonesia.
Kecerdasan yang dulu ia gunakan untuk menciptakan inovasi yang dipuji publik, kini dipertanyakan apakah telah digunakan untuk merekayasa angka.
Ini adalah jejak pendidikan sang pendiri eFishery yang cemerlang, sebelum akhirnya tersandung skandal.
Gibran Huzaifah adalah alumnus dari kampus teknologi paling bergengsi di tanah air, Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia tercatat sebagai mahasiswa di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), sebuah fakultas yang fokus pada ilmu biologi dan penerapannya.
Pilihan pendidikannya ini sangat krusial dan menjadi kunci lahirnya eFishery.
Ia tidak belajar bisnis atau keuangan, melainkan biologi. Latar belakang inilah yang memberinya pemahaman mendalam tentang masalah nyata di sektor perikanan.
Saat menjadi peternak lele untuk menyambung hidup semasa kuliah, ia tidak hanya melihatnya sebagai bisnis, tetapi juga sebagai sebuah ekosistem biologi yang tidak efisien.
Baca Juga: Gibran, Bos eFishery Dipenjara, Nasib Ribuan Petambak Kini di Ujung Tanduk?
Pada tahun 2013, Gibran berhasil menggabungkan ilmu hayatinya dengan teknologi.
Ia mengembangkan cikal bakal eFishery: sebuah perangkat pemberi pakan ikan otomatis yang bekerja dengan algoritma dan sensor untuk meningkatkan efisiensi.
Sebuah inovasi jenius yang lahir dari perpaduan antara ilmu biologi ITB dan pengalaman nyata di tepi kolam.
Kecerdasan Gibran tak terbantahkan.
Ia mampu melihat masalah yang tak dilihat orang lain dan menciptakan solusi teknis untuknya.
Namun, skandal yang kini menjeratnya memunculkan sebuah pertanyaan kelam, apakah kecerdasan yang sama juga digunakan untuk memanipulasi laporan keuangan yang kompleks?
Sebelum terjerat kasus hukum, kecemerlangan Gibran diakui secara luas.
Puncaknya adalah ketika namanya masuk dalam daftar prestisius Fortune Indonesia "40 Under 40". Ia disejajarkan dengan para pemimpin bisnis dan inovator paling berpengaruh di bawah usia 40 tahun.
Pengakuan ini melengkapi citranya sebagai alumnus ITB yang sukses luar biasa.
Ia menjadi bukti hidup bahwa lulusan ilmu hayati bisa membangun kerajaan bisnis teknologi. Namun, kini pengakuan itu meninggalkan jejak ironi yang mendalam.
Ia diakui karena kepiawaian bisnisnya, bidang yang sama yang kini membuatnya menjadi tersangka.
Kisah pendidikan Gibran Huzaifah adalah pengingat pahit bahwa kecerdasan dan gelar dari universitas ternama bukanlah jaminan integritas.
Almamater bisa memberikan ilmu dan nalar, tetapi kompas moral pada akhirnya ditentukan oleh individu itu sendiri.
Menurut Anda, sejauh mana latar belakang pendidikan membentuk etika seseorang dalam berbisnis?
Bagikan pendapatmu di kolom komentar.