Satu Aturan, Dua Jeritan: Kesejahteraan Musisi Vs Beban UMKM dalam Polemik Royalti Musik

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Rabu, 06 Agustus 2025 | 17:36 WIB
Satu Aturan, Dua Jeritan: Kesejahteraan Musisi Vs Beban UMKM dalam Polemik Royalti Musik
Ilustrasi musik. (ist/pixabay.com)

Suara.com - Perdebatan mengenai kewajiban pembayaran royalti atas pemutaran lagu di area komersial kembali memanas.

Di satu sisi, ada semangat untuk melindungi hak kekayaan intelektual dan memastikan kesejahteraan para musisi. Tapi di sisi lain, muncul keluhan dari para pelaku usaha yang merasa terbebani.

Isu ini berpusat pada kewajiban setiap tempat usaha mulai dari kafe, restoran, hotel, hingga pusat perbelanjaan yang memutar lagu secara komersial untuk membayar royalti.

Kewajiban tersebut berdasar pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan royalti tersebut kepada pencipta lagu, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.

Aturan yang dikelola oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) ini ibarat pisau bermata dua yang memicu berbagai reaksi pro dan kontra di tengah masyarakat.

Sisi Pro: Apresiasi dan Kesejahteraan bagi Kreator

Pendukung kebijakan ini menegaskan bahwa royalti adalah hak fundamental bagi para pekerja seni. Argumen utamanya adalah sebagai berikut:

  • 1. Penghargaan atas Hak Kekayaan Intelektual

Lagu dan musik adalah karya cipta yang dilindungi oleh undang-undang. Pembayaran royalti merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan bahwa karya tersebut memiliki nilai ekonomi yang harus dibayarkan ketika digunakan untuk tujuan komersial.

Ikke Nurjanah, Komisioner LMKN sempat menyatakan bahwa adanya pembayaran royalti atas pemutaran musik di ruang publik adalah bentuk penghargaan bagi para penciptanya.

Baca Juga: Debat Royalti Musik: Kafe Putar Radio Wajib Bayar Royalti? Ini Aturannya

"Lagu dan musik telah menjadi nilai tambah di hotel, restoran dan kafe," ujarnya, menggarisbawahi mengapa apresiasi melalui royalti itu penting.

  • 2. Sumber Penghidupan Musisi

Bagi banyak pencipta lagu dan musisi, royalti adalah sumber pendapatan yang krusial.

LMKN didirikan dengan visi untuk meningkatkan pendapatan royalti dan memastikan dana tersebut terdistribusi kepada para pemegang hak. Ini adalah jaring pengaman ekonomi, terutama bagi musisi yang tidak lagi aktif tampil.

  • 3. Dasar Hukum yang Kuat

Kewajiban ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Peraturan ini secara spesifik menyebutkan jenis-jenis layanan publik bersifat komersial yang wajib membayar royalti, seperti kafe, restoran, bioskop, hingga hotel.

Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, menegaskan bahwa pembayaran royalti adalah bentuk kepatuhan terhadap hukum dan tidak akan membuat usaha bangkrut, mengingat tarif di Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara lain.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI