Dampak Kebijakan Rombel Dedi Mulyadi: Merugikan Sekolah Swasta, Kini Berujung di PTUN

Andi Ahmad S Suara.Com
Kamis, 07 Agustus 2025 | 22:48 WIB
Dampak Kebijakan Rombel Dedi Mulyadi: Merugikan Sekolah Swasta, Kini Berujung di PTUN
Dedi Mulyadi (Suara.com)

Suara.com - Meja hijau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung kini menjadi arena pertarungan antara aliansi sekolah swasta melawan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Sebanyak delapan organisasi SMA swasta secara resmi menggugat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atas kebijakan penambahan kuota siswa per rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri yang dianggap mengancam eksistensi mereka.

Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan persiapan resmi digelar pada Kamis (7/8/2025). Gugatan yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 121/G/2025/PTUN.BDG ini menandai dimulainya babak baru perlawanan sekolah swasta terhadap kebijakan yang dinilai bisa membuat mereka gulung tikar.

Meski sidang telah dimulai, jalan menuju putusan akhir masih panjang. Juru Bicara PTUN Bandung, Enrico Simanjuntak, menjelaskan bahwa proses yang berjalan saat ini adalah tahap pemeriksaan persiapan, bukan pokok perkara.

"Gugatannya itu diajukan tertanggal 31 Juli 2025. Ketua pengadilan telah menetapkan majelis hakim yang akan memeriksa, dan hari ini dilakukan sidang pemeriksaan persiapan pertama," ujar Enrico dilansir dari Antara, Kamis 7 Agustus 2025.

Tahap pemeriksaan persiapan ini, lanjutnya, akan berlangsung selama kurang lebih 30 hari. Dalam periode ini, majelis hakim akan memastikan kelengkapan dan kejelasan gugatan sebelum melangkah ke pertarungan yang sebenarnya, yang meliputi:

  • Pembacaan gugatan dari pihak sekolah swasta.
  • Jawaban dari pihak tergugat (Gubernur Jabar).
  • Replik (tanggapan penggugat atas jawaban tergugat).
  • Duplik (tanggapan tergugat atas replik penggugat).
  • Tahap pembuktian, yang akan melibatkan adu bukti surat, saksi, ahli, hingga bukti elektronik.
  • Baru setelah semua proses itu dilalui, majelis hakim akan membuat kesimpulan dan menjatuhkan putusan.

Pemicu utama perang ini adalah Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025. Peraturan inilah yang menjadi landasan hukum bagi sekolah-sekolah negeri untuk menambah jumlah kursi siswa dalam satu kelas.

Dedi Mulyadi Jawab Peluang Maju Pilkada DKI Jakarta. (YouTube/Deddy Corbuzier)
Dedi Mulyadi Jawab Peluang Maju Pilkada DKI Jakarta. (YouTube/Deddy Corbuzier)

Bagi delapan organisasi sekolah swasta, kebijakan ini adalah lonceng kematian. Mereka berargumen bahwa dengan semakin banyaknya siswa yang bisa ditampung sekolah negeri, potensi jumlah siswa yang mendaftar ke sekolah swasta akan anjlok drastis.

Jika calon siswa terserap habis oleh sekolah negeri, maka sekolah swasta terancam kekurangan murid dan secara perlahan akan mati.

Baca Juga: BRI Super League 2025/2026 Resmi Dimulai, Berikut Jadwal Pekan Pertama yang Penuh Duel Panas

Di sisi lain, pemerintah berdalih bahwa kebijakan ini adalah bentuk keberpihakan pada rakyat kecil.

Menurut pemerintah, negara harus hadir untuk memastikan setiap anak mendapatkan hak pendidikan, khususnya bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan sekolah.

Dengan menambah kuota, pemerintah berharap lebih banyak lulusan SMP, terutama dari keluarga prasejahtera, yang bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/SMK negeri yang biayanya lebih terjangkau.

Gugatan ini tidak main-main karena diajukan oleh gabungan organisasi sekolah swasta dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat, menunjukkan keresahan yang merata. Mereka adalah:

  • Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Provinsi Jawa Barat
  • Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bandung
  • BMPS Kabupaten Cianjur
  • BMPS Kota Bogor
  • BMPS Kabupaten Garut
  • BMPS Kota Cirebon
  • BMPS Kabupaten Kuningan
  • BMPS Kota Sukabumi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI