Ketika Skenario Suharto Menaikkan Mbak Tutut ke Kursi RI 1 Gagal Total

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Kamis, 21 Agustus 2025 | 17:07 WIB
Ketika Skenario Suharto Menaikkan Mbak Tutut ke Kursi RI 1 Gagal Total
Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut kini digadang-gadang sebagai calon Ketua Umum Golkar menggantikan Bahlil. [Istimewa]

Suara.com - Nama Siti Hardiyanti Rukmana atau akrab disapa Mbak Tutut menggema di tengah isu pelengseran Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Putri sulung Presiden ke-2 Suharto itu digadang-gadang bakal menggantikan Bahlil di pucuk pohon beringin yang kini diterpa angin kencang.

Dukungan terhadap Mbak Tutut Soeharto untuk menjadi Ketua Umum Golkar datang dari M Rafik Datuk Rajo Kuaso, kader Golkar yang juga menyandang gelar adat Datuk Kepala Pasukuan.

Menurut Rafik, hubungan antara Keluarga Cendana dan Partai Golkar adalah ikatan historis yang tidak bisa dihapus atau dipisahkan dari perjalanan panjang partai.

"Keluarga besar Presiden Soeharto sudah menanamkan nilai, visi maupun misi sejak pendirian Golkar. Karena itu juga Golkar jadi salah satu kekuatan politik besar," kata Rafik.

Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, berpendapat, Tutut berpeluang besar menjadi Ketum Golkar karena memiliki koneksi keluarga dengan Presiden Prabowo Subianto.

“Mbak Tutut sudah punya nama besar. Lalu peluangnya, ia bakal didukung sang adik, Mbak Titiek. Karenanya Mbak Tutut punya kekuatan. Saya pikir akan didukung oleh presiden," kata Jerry.

Disiapkan Penerus Dinasti Cendana

Bukan kali ini saja, Mbak Tutut digadang-gadang menjadi Ketum Golkar. Sejak tahun 90-an, dia sudah dipersiapkan sang ayah untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan nasional.

Menurut pengamat politik Salim Said, Suharto sebenarnya sudah menyusun skenario agar kelak Mbak Tutut bisa menggantikannya sebagai Presiden RI.

Baca Juga: Kader Partai Golkar Dukung Tutut Soeharto Gantikan Bahlil Lahadalia

Pada tahun 1992, Tutut dimasukkan ke dalam jajaran pengurus DPP Golkar. Walau bukan sebagai ketua umum, Tutut memegang peranan sentral di Golkar.

Ketika Ketua umum Golkar Wahono mengajukan daftar calon anggota DPR dari Golkar, ditolak Suharto yang lebih memilih daftar yang dibuat Tutut.

Tutut pun sangat ingin menunjukkan kepada ayahnya bahwa ia layak menjadi pewaris kursi kepresidenan.

Untuk meyakinkan Suharto, Tutut harus menunjukkan ia dapat memperoleh dukungan massa terutama dari kelompok Islam.

Salah satu cara mendapat simpati dari kelompok Islam, Tutut mengenakan kerudung setiap tampil di muka umum.

Ia juga berpakaian sederhana layaknya seorang santri. Sayangnya karena ambisi menjadi presiden, Tutut tidak menyukai Habibie yang mungkin dianggap sebagai pesaingnya.

Sehingga Tutut tidak mungkin mendekat ke organisasi Islam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pimpinan Habibie.

Untuk merapat ke Muhammadiyah juga sulit. Sebab Ketua Umumnya, Amien Rais, sedang rajin mengkritik Suharto dan anak-anaknya.

Maka mau tak mau, Tutut terpaksa mencari dukungan dari Gus Dur sebagai ketua ormas islam terbesar di Indonesia.

Gayung bersambut. Gus Dur menerima tawaran ishlah itu walau harus mendapat kritikan tajam dari para pendukungnya.

Gus Dur lalu menemani Tutut mengunjungi sejumlah rapat umum NU selama kampanye pemilu.

Pada rapat-rapat umum itu Gus Dur menjelaskan bahwa ia "ingin untuk secara formal memperkenalkan Mbak Tutut kepada orang-orang NU karena Mbak Tutut orang penting yang harus mereka kenal."

"Ia orang penting dan mungkin akan menjadi lebih penting lagi di masa datang," kata Gus Dur.

Cara lain Suharto untuk merangkul kekuatan Islam sebagai pendukung Tutut, adalah memilih pendamping Tutut yang bisa masuk ke kalangan Islam.

Sosok itu adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Raden Hartono. Hartono terbukti sebagai jenderal loyal terhadap Suharto.

Ia sering mendampingi Mbak Tutut dalam acara-acara Golkar. Hartono gencar mengampanyekan bahwa setiap anggota ABRI adalah kader GOlkar.

Bahkan tanpa malu-malu, Hartono mengenakan jaket kuning di acara temu kader Golkar bersama Tutut Suahrto.

Langkah Tutut menuju kursi RI 1 makin dekat ketika ia diangkat sebagai Menteri Sosial oleh ayahnya sendiri pada tahun 1998.

Namun semua skenario itu buyar ketika Indonesia dihantam krisis moneter di tahun 1998. Demonstrasi menuntut Suharto mundur makin marak. Hal ini di luar prediksi Suharto. Ia pun harus mundur sebagai Presiden. Rencananya memajukan Tutut sebagai pengganti pun sirna.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI