Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan belum ada pembahasan di pemerintah terkait permintaan amnesti Immanuel Ebenezer alias Noel.
Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) tersebut sebelumnya mengajukan amnesti setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
“Tapi setahu saya sampai hari ini proses itu belum ada. Belum tahu saya, belum ada pembahasan tentang masalah itu,” ujar Yusril, Senin (25/8/2025).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Presiden Prabowo Subianto tidak akan memberikan amnesti kepada tersangka sekaligus eks Wamenaker tersebut.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan sikap Presiden Prabowo yang disampaikan dalam pidato kenegaraan pada HUT ke-80 RI menunjukkan keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
“Oleh karena itu, kembali ke esensi dari penegakan hukum adalah untuk memberikan efek jera kepada para pelaku, dan juga memberikan rasa keadilan kepada masyarakat,” kata Budi.
Budi menjelaskan, kasus dugaan pemerasan sertifikat K3 di Kemenaker merugikan masyarakat, karena biaya penerbitan sertifikat yang semula Rp275 ribu melonjak hingga Rp6 juta.
“Kami meyakini hal tersebut sebagaimana pidato kenegaraan Presiden,” tambahnya.
Pada 22 Agustus 2025, KPK menetapkan Immanuel Ebenezer bersama 10 orang lainnya sebagai tersangka. Pria yang akrab disapa Noel itu diduga menerima uang Rp3 miliar dan satu motor Ducati. Pada hari yang sama, Noel menyampaikan permintaan amnesti kepada Presiden Prabowo, namun ia diberhentikan dari jabatannya sebagai Wamenaker.
Sementara itu, KPK menyatakan pemberian amnesti merupakan hak prerogatif presiden, namun komisi antirasuah tetap menekankan pentingnya penegakan hukum yang transparan. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat tinggi negara. (Antara)