Bagaimana Hukum Penggunaan Gas Air Mata oleh Polisi? Sudah Banyak Makan Korban

Ruth Meliana Suara.Com
Selasa, 02 September 2025 | 15:53 WIB
Bagaimana Hukum Penggunaan Gas Air Mata oleh Polisi? Sudah Banyak Makan Korban
ilustrasi gas air mata (Foto dok. istimewa)
  • Tahap 1: Melibatkan kekuatan deterrent atau pencegahan, seperti kehadiran polisi yang terlihat.
  • Tahap 2: Perintah lisan untuk menghentikan tindakan.
  • Tahap 3 dan 4: Melibatkan kendali tangan kosong, baik lunak untuk tindakan pasif maupun keras untuk tindakan aktif.
  • Tahap 5: Polisi boleh menggunakan kendali senjata tumpul atau kimia, termasuk gas air mata atau semprotan cabe, khusus untuk menghadapi tindakan agresif.
  • Tahap 6: Penggunaan senjata api, yang hanya untuk ancaman mematikan.

Di setiap tahap, polisi diwajibkan untuk memberikan komunikasi lisan seperti membujuk, memperingatkan, atau memerintahkan agar target menghentikan aksinya. Prosedur ini dirancang agar penggunaan kekuatan minimal dan hanya sebagai upaya terakhir.

Gas Air Mata dalam Hak Asasi Manusia (HAM)

Apakah Gas Air Mata Bisa Sebabkan Kematian? Ini Faktanya (suara.com)
Apakah Gas Air Mata Bisa Sebabkan Kematian? Ini Faktanya (suara.com)

Polisi harus mempertimbangkan situasi secara logis dan mengutamakan pencegahan daripada represi.

Dalam konteks internasional, seperti aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19 b, penggunaan gas air mata dilarang di stadion sepak bola karena berpotensi menyebabkan kepanikan massal dan korban jiwa.

Batasan ini penting karena gas air mata mengandung senyawa seperti bromoacetone atau benzyl bromide, yang bisa menyebabkan iritasi mata dan gangguan pernapasan jika digunakan tidak tepat.

Konsekuensi pelanggaran aturan ini bisa sangat serius, meskipun peraturan tidak secara eksplisit merinci sanksi administratif atau pidana. Namun, dari kasus nyata, kita bisa melihat dampaknya.

Contoh paling mencolok adalah tragedi Stadion Kanjuruhan di Malang pada 1 Oktober 2022, saat pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Penggunaan gas air mata oleh polisi menyebabkan kerusuhan yang menewaskan ratusan orang karena kepanikan dan sesak napas di area tertutup.

Dalam praktiknya, penggunaan gas air mata sering menjadi kontroversi karena dampaknya terhadap hak asasi manusia. Organisasi seperti Komnas HAM sering mengkritik jika penggunaan tidak proporsional, terutama dalam demonstrasi damai.

Untuk itu, polisi diharuskan melakukan pelatihan rutin dan evaluasi pasca-insiden untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan.

Baca Juga: Polemik Gas Air Mata di UNISBA dan UNPAS Bandung, Rektor dan Polisi Beri Klarifikasi

Masyarakat juga berhak menuntut pertanggungjawaban jika merasa dirugikan, melalui jalur hukum seperti gugatan perdata atau laporan ke Kompolnas.

Secara keseluruhan, hukum Indonesia mengakui gas air mata sebagai alat sah untuk pengendalian, tapi dengan pembatasan ketat untuk melindungi nyawa dan hak warga

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?