RUU Perampasan Aset Kapan Disahkan? Ini Janji Prabowo Subianto

Ruth Meliana Suara.Com
Rabu, 03 September 2025 | 15:02 WIB
RUU Perampasan Aset Kapan Disahkan? Ini Janji Prabowo Subianto
ilustrasi RUU Perampasan Aset (ist)
Baca 10 detik
  • RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
  • Presiden Prabowo berjanji akan segera mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset.
  • RUU Perampasan Aset sudah lama dibicarakan sejak era Presiden RI ke-7 Joko Widodo.

Suara.com - Gelombang demo di beberapa wilayah Indonesia kembali memunculkan pertanyaan lama, RUU perampasan aset kapan disahkan?

RUU Perampasan Aset dianggap penting karena bisa menjadi instrumen hukum bagi negara untuk merampas aset yang diduga berasal dari tindak pidana, mulai dari korupsi hingga kejahatan serius lainnya.

Dengan begitu, pelaku tidak bisa lagi menikmati hasil dari perbuatannya, sementara negara bisa memulihkan kerugian yang timbul.

Belum lama ini, Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan pimpinan serikat pekerja di Istana Negara. Para pemimpin buruh mendesak agar aturan tersebut segera dibahas.

Presiden Prabowo pun secara langsung menyatakan komitmennya untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset bersama DPR.

Desakan publik ini menunjukkan bahwa urgensi RUU tidak lagi sebatas agenda teknis hukum, melainkan juga simbol keseriusan negara dalam melawan korupsi dan kejahatan lintas sektor.

Kapan RUU Perampasan Aset Disahkan?

RUU Perampasan Aset sejatinya sudah lama dibicarakan. Pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, wacana pengesahan aturan ini sudah sempat masuk dalam daftar pembahasan di DPR periode 2019–2024.

Namun hingga periode tersebut berakhir, undang-undang yang dinanti masyarakat itu tak kunjung disahkan.

Baca Juga: Benny K Harman: Sejak Era Jokowi, RUU Perampasan Aset Selalu Kandas karena Partai Lain

Secara substansi, RUU ini menyediakan mekanisme pembuktian terbalik. Artinya, jika seseorang memiliki harta yang tidak bisa dijelaskan asal-usulnya, maka aset tersebut berpotensi dirampas oleh negara.

Mantan Kepala PPATK Yunus Husein mencontohkan, jika seorang pejabat melaporkan kekayaan Rp100 miliar namun hanya mampu membuktikan Rp80 miliar berasal dari sumber legal, maka selisih Rp20 miliar dapat dirampas.

Konsep tersebut penting karena pembuktian pidana terhadap pelaku utama sering kali terhambat, sementara kerugian negara terus berjalan.

Cakupan aturan juga luas tidak hanya menyasar kasus korupsi, tetapi juga perjudian daring, tindak pidana perpajakan, kejahatan perbankan, penipuan, bahkan pelanggaran di sektor lingkungan hidup.

Dengan kerangka seperti ini, negara memiliki payung hukum yang kokoh untuk mengejar aset para pelaku kejahatan lintas sektor.

Banyak negara sudah menerapkan hal serupa. Kolombia, misalnya, agresif merampas aset gembong narkoba. Sementara Australia menerapkan mekanisme unexplained wealth untuk mengamankan harta yang tak bisa dipertanggungjawabkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Mau notif berita penting & breaking news dari kami?