Takut Kabur? Polri Cegah Adik Jusuf Kalla hingga Eks Direktur PLN Keluar Negeri

Selasa, 07 Oktober 2025 | 11:49 WIB
Takut Kabur? Polri Cegah Adik Jusuf Kalla hingga Eks Direktur PLN Keluar Negeri
Presiden Direktur (Presdir) PT BRN Halim Kalla jadi tersangka dan dicekal berpergian ke luar negeri. (Foto: Istimewa)
Baca 10 detik
  • Halim Kalla kekinian telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat.
  • Permohonan cekal ini tengah diajukan penyidik kepada pihak Imigrasi.
  • Ditemukan indikasi adanya permufakatan antara pejabat PLN dan calon penyedia dari PT BRN sebelum lelang dimulai.

Suara.com - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri mencegah adik kandung Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, Halim Kalla bepergian keluar negeri.

Selain Halim, penyidik juga mencekal mantan Direktur PLN periode 2008-2009 Fahmi Mochtar dalam kasus yang sama.

Upaya cegah dan tangkal alias cekal ini dilakukan penyidik setelah Halim, Fahmi dan dua orang lainnya yakni RR dan HYL ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.

Kakortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo mengatakan permohonan cekal ini tengah diajukan penyidik kepada pihak Imigrasi.

"Kami juga akan mengeluarkan pencegahan kepergian keluar negeri," jelas Cahyono kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).

Dalam perkara ini penyidik Kortas Tipikor diketahui telah menetapkan empat orang tersangka.

Mereka di antaranya Fahmi Mochtar selaku mantan Direktur PLN periode 2008-2009, Halim Kalla selaku Presiden Direktur PT BRN, RR selaku Dirut PT BRN, dan HYL selakubDirektur Utama PT Praba.

Kasus dugaan korupsi ini berawal dari proyek lelang ulang yang digelar PLN pada 2008 untuk pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat.

Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan indikasi adanya permufakatan antara pejabat PLN dan calon penyedia dari PT BRN sebelum lelang dimulai.

Baca Juga: Profil Halim Kalla Tersangka Korupsi PLTU: Adik Jusuf Kalla, Pionir Bioskop Digital-Mobil Listrik

Tujuannya, untuk memastikan PT BRN keluar sebagai pemenang tender tersebut.

Dalam praktiknya, panitia pengadaan PLN disebut meloloskan konsorsium (KSO) BRN–Alton–OJSC, meski tidak memenuhi syarat administrasi maupun teknis. Bahkan, penyidik menduga perusahaan Alton dan OJSC tidak pernah benar-benar tergabung dalam konsorsium tersebut.

"Pada tahun 2009 sebelum dilaksanakannya tanda tangan kontrak, KSO BRN mengalihkan pekerjaan kepada PT PI, termasuk penguasaan terhadap rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian imbalan (fee) kepada pihak PT BRN," ujar Cahyono saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

Meski kontrak telah ditandatangani pada 11 Juni 2009, PLN disebut belum memiliki pendanaan yang cukup, dan KSO BRN pun belum melengkapi persyaratan proyek. Hasilnya, hingga kontrak berakhir pada 28 Februari 2012, pekerjaan baru rampung sekitar 57 persen.

Bahkan setelah 10 kali perpanjangan kontrak hingga 31 Desember 2018, proyek tetap tidak selesai—baru mencapai 85,56 persen karena masalah keuangan.

"Namun demikian, diduga bahwa ada aliran atau transaksi keuangan dari rekening KSO BRN (yang berasal dari pembayaran proyek) ke para tersangka dan pihak lainnya secara tidak sah," jelas Cahyono.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI