Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, ICJR: KUHAP Lemah, Kriminalisasi Makin Ganas!

Vania Rossa Suara.Com
Selasa, 21 Oktober 2025 | 12:33 WIB
Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, ICJR: KUHAP Lemah, Kriminalisasi Makin Ganas!
Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran. (Instagram/@prabowo)
Baca 10 detik
  • Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti lemahnya sistem hukum pidana di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran yang dinilai membuka celah kriminalisasi terhadap masyarakat sipil.
  • ICJR menegaskan tidak adanya akuntabilitas dalam KUHAP membuat aparat bisa melakukan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang.
  • Lembaga ini juga mengkritik kecenderungan militeristik pemerintah dan mendesak percepatan reformasi KUHAP untuk melindungi hak warga.

Suara.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) melontarkan kritik tajam terhadap sistem hukum pidana di bawah satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurut ICJR, kelemahan mendasar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membuka peluang terjadinya kriminalisasi dan tindakan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil.

“Kami selama setahun terakhir sangat concern terhadap berbagai kebijakan di sektor keamanan, khususnya di ranah peradilan pidana,” ujar perwakilan ICJR, Maidina, Senin (20/10/2025).

Ia menegaskan, ICJR secara khusus menyoroti maraknya praktik pembungkaman terhadap ekspresi masyarakat sipil. Menurut Maidina, akar persoalan ada pada absennya akuntabilitas dalam sistem peradilan pidana.

“Kenapa polisi bisa melakukan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang? Itu karena tidak ada mekanisme akuntabilitas dalam sistem peradilan pidana kita,” jelasnya.

Setiap tuduhan tindak pidana maupun penangkapan yang dilakukan aparat seharusnya bisa diuji di pengadilan, termasuk kasus yang menyasar aktivis dan warga sipil. Proses ini, kata Maidina, dikenal dengan istilah judicial scrutiny — di mana keputusan penangkapan atau penahanan harus mendapat izin dari pengadilan.

“Kalau sistem itu ada, masyarakat bisa menantang keabsahan penangkapan. Tapi judicial scrutiny belum dikenal di Indonesia, sehingga di tahap awal penyidikan, polisi sangat mudah melakukan penangkapan dan penahanan,” kritiknya.

ICJR juga menyoroti praktik penangkapan terhadap aktivis, termasuk aktivis perempuan, yang dilakukan pada malam hari atau tanpa kehadiran polisi perempuan.

“Contohnya, ada perempuan yang sedang menyusui lalu ditangkap, atau mereka yang dituduh melakukan tindak pidana karena relasi kuasa dengan pasangannya. Padahal inisiasi tindak pidana itu bukan dari perempuan tersebut,” lanjutnya.

Lebih jauh, ICJR juga menyinggung arah kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran yang dinilai semakin militeristik, terutama dengan upaya melibatkan TNI dalam penegakan hukum.

Baca Juga: Demo Satu Tahun Prabowo-Gibran, Sebagian Jalan Medan Merdeka Selatan Ditutup

“Polisi saja sudah punya banyak persoalan dalam sistem peradilan pidana. Kalau unsur militer ikut dimasukkan, maka watak militeristik bisa merembes ke berbagai sektor kehidupan,” tegas Maidina.

Melalui konferensi pers bertajuk “Setahun Prabowo-Gibran: Hidup Perempuan dalam Ketidakpastian dan Lingkaran Kekerasan di Tengah Menguatnya Militerisme”, ICJR mendesak pemerintah segera mereformasi KUHAP.

“Kami mengajak seluruh pihak untuk mendukung upaya reformasi KUHAP yang saat ini tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR,” tutup Maidina.

Reporter : Nur Saylil Inayah

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI