- Narasi di media sosial menyebut bahwa Ira tidak mengambil keuntungan dan tidak merugikan keuangan negara.
- BUdi menyebut analisis keuangan Jembatan Nusantara tidak dilakukan sehingga ASDP menanggung utang perusahaan tersebut.
- Proses penyidikan dan penetapan para tersangka dalam perkara ini juga sudah diuji dalam praperadilan.
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tudingan melakukan kriminalisasi dalam kasus dugaan korupsi terkait akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Ferry Indonesia.
Hal ini sekaligus menanggapi isu media sosial yang menyebut KPK mengkriminalisasi mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi yang menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Narasi di media sosial menyebut bahwa Ira tidak mengambil keuntungan dan tidak merugikan keuangan negara.
“Dalam proses hukum dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan akuisisi PT JN oleh PT ASDP yang diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara tersebut, KPK pastikan bahwa seluruh prosesnya telah memenuhi aspek formil dan materiilnya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
Budi menegaskan bahwa pihaknya menemukan adanya pengondisian dari pembelian kapal milik PT JN yang dilakukan ASDP Indonesia Ferry.
“Bahwa terkait akuisisi tersebut, diduga telah dilakukan pengkondisian dan rekayasa dalam proses dan hasil valuasi aset-asetnya, termasuk kapal-kapalnya yang sudah berusia tua dan butuh banyak biaya perawatan,” ujar Budi.
Menurut Budi, ada due dilligence yang tidak dilakukan secara objektif dalam proses kerja sama ini.
Dia juga menyebut analisis keuangan Jembatan Nusantara tidak dilakukan sehingga ASDP menanggung utang perusahaan tersebut.
Pasalnya, Budi menjelaskan kerja sama akuisisi ini tidak hanya berisi soal pembelian atas kapal-kapalnya saja, tetapi juga kewajiban atau hutang yang nantinya juga harus ditanggung dan dibayar oleh ASDP.
Baca Juga: Efek Domino OTT Bupati Ponorogo: KPK Lanjut Bidik Dugaan Korupsi Monumen Reog
“Dari dugaan perbuatan melawan hukum itulah yang kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara,” ungkap Budi.
Lebih lanjut, dia juga mengatakan proses penyidikan dan penetapan para tersangka dalam perkara ini juga sudah diuji dalam praperadilan.
Dalam putusannya, hakim telah menyatakan bahwa seluruh proses yang dilakukan KPK telah memenuhi aspek formil dan dinyatakan sah.
“KPK mengajak masyarakat untuk terus mengikuti perkembangan dalam perkara ini, dan mencermati fakta-fakta dalam persidangannya," kata dia.
"Hal ini sekaligus sebagai bentuk edukasi dan pembelajaran bagi publik, bahwa kejahatan korupsi sudah sedemikian berkembang semakin kompleks dengan berbagai modusnya,” tandas Budi.
Sekadar informasi, para mantan petinggi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022 didakwa telah merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Adapun para terdakwa dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta bekas Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kapal yang diakusisi tiga terdakwa ini sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam.
![Dirut PT ASDP Ferry Indonesia Ira Puspadewi. [Suara.com/Yandhi Deslatama]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/05/26/59354-dirut-pt-asdp-ferry-indonesia-ira-puspadewi.jpg)
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025," kata Jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).
Jaksa mengatakan perbuatan ini dilakukan Ira dan kawan-kawan bersama Adjie selaku beneficial owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut jaksa, perkara ini berawal dari skema kerja sama usaha (KSU) antara ASDP dan PT JN pada 2019. Namun, skema itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.
Para terdakwa disebut melakukan dua keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan kerja sama KSU dengan PT JN.
Jaksa mengatakan para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan untuk kerja sama KSU, serta melakukan perjanjian kerja sama KSU pengoperasian kapal antara ASDP dengan PT JN meski belum ada persetujuan dari dewan komisaris.
"Juga tidak mempertimbangkan risiko pelaksanaan KSU dengan PT Jembatan Nusantara yang disusun VP, manajemen risiko, dan quality assurance (QA)," ujar jaksa.
Lebih lanjut, jaksa menyebut para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke dewan komisaris PT ASDP, tapi ternyata substansi izin itu berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri BUMN saat itu.
Para terdakwa juga diruding tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.
Mereka diduga melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 unit kapal PT JN oleh KJPP Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Para terdakwa dinilai telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.
"Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi. Yaitu KMP Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku. Dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi, dalam kondisi karam," ucap jaksa.
Penundaan docking rutin tahunan 12 kapal milik PT JN dilakukan para terdakwa untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021, kepada PT ASDP sebagai pemilik baru PT JN.
Kemudian, jaksa mengatakan para terdakwa mengkondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang, serta memilih menggunakan discount of lack marketability (DLOM) yang lebih rendah 20 persen kepada opsi DLOM 30 persen yang diusulkan KJPP SRR.
Untuk itu, jaksa menegaskan perbuatan para terdakwa ini telah memperkaya Adjie sebesar Rp 1,25 triliun. Nilai ini kemudian menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT JN sebesar Rp 892 miliar, pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN sebesar Rp 380 miliar, serta dari nilai bersih yang dibayar ASDP kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp 1,272 triliun.
"Perbuatan Terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT Jembatan Nusantara Group sebesar Rp 1.253.431.651.169," tandas jaksa.