Mahfud MD Soal Geger di Internal PBNU: Konflik Tambang di Balik Desakan Gus Yahya Mundur

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 25 November 2025 | 21:10 WIB
Mahfud MD Soal Geger di Internal PBNU: Konflik Tambang di Balik Desakan Gus Yahya Mundur
Mahfud MD [Youtube Mahfud MD Official]
Baca 10 detik
  • Mahfud MD mengaitkan gejolak PBNU dengan konflik internal seputar pengelolaan izin usaha tambang yang baru diperoleh organisasi tersebut.
  • Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU tertanggal 20 November 2025 mendesak Ketua Umum Yahya Cholil Staquf mundur dalam tiga hari.
  • Mahfud menyayangkan konflik ini sebab dulu PBNU menggugat korupsi pengelolaan tambang, berbeda dengan situasi kini setelah mendapat izin.

Suara.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD akhirnya angkat bicara mengenai gejolak panas yang mengguncang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Mahfud MD menyebut bahwa desakan agar K.H. Yahya Cholil Staquf mundur dari kursi Ketua Umum PBNU berakar dari konflik internal soal pengelolaan izin usaha tambang.

Kabar mengenai keretakan di tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia ini mulai memanas sejak Jumat (21/11/2025). Pemicunya adalah beredarnya Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU tertanggal 20 November 2025 yang ditandatangani langsung oleh Rais Aam PBNU, K.H. Miftachul Akhyar.

Dalam risalah tersebut, salah satu poin krusial adalah permintaan agar Gus Yahya, sapaan akrab Yahya Cholil Staquf, segera mengundurkan diri dari jabatannya dalam waktu tiga hari. Jika tidak, Rapat Harian Syuriah PBNU akan memberhentikannya secara resmi.

Adapun alasan yang tercantum dalam risalah adalah dugaan pelanggaran berat, termasuk mengundang narasumber yang terafiliasi dengan jaringan Zionisme Internasional dalam acara Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN) NU serta isu tata kelola keuangan organisasi.

Mahfud MD: Ini Konflik Soal Pengelolaan Tambang

Namun, Mahfud MD memiliki pandangan lain yang lebih tajam. Melalui podcast "Terus Terang" di kanal YouTube pribadinya, Mahfud MD Official, pada Senin (24/11/2025), ia menegaskan tidak ingin memihak siapa pun dalam konflik ini. Fokus utamanya adalah keselamatan NU sebagai organisasi pilar bangsa.

Menurut Mahfud, di balik alasan-alasan yang muncul di permukaan, ada pertarungan kepentingan terkait konsesi tambang yang baru saja didapatkan oleh PBNU.

"Saya sudah bicara ke dalam, itu asal muasalnya soal pengelolaan tambang. Itu konflik dalam soal pengelolaan tambang, yang satu ingin ini, yang satu ingin itu, dan berpecah," ungkap Mahfud.

Baca Juga: Penasihat Khusus Gus Yahya Dicopot PBNU, Sosok Charles Holland Taylor Jadi Sorotan

Ia menyayangkan konflik ini terjadi mengingat masa khidmat kepengurusan PBNU 2022-2027 hanya tersisa satu tahun lagi. Mahfud mendorong agar semua pihak kembali bersatu demi marwah NU.

"Oleh sebab itu, menurut saya, kenapa sih tinggal setahun? Sudahlah, lupakan itu semua. Bersatu sekarang kembali, demi NU. Kita malu-lah urusan tambang begitu," tambahnya.

Ironi Sejarah: Dulu Gugat Korupsi Tambang, Kini Ribut Sendiri

Mahfud kemudian mengingatkan sebuah ironi sejarah. Ia memutar kembali ingatannya ke November 2012, saat dirinya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengetok palu membubarkan BP Migas karena sarat dengan praktik korupsi.

Gugatan untuk membubarkan BP Migas itu, kata Mahfud, justru datang dari PBNU dan Muhammadiyah.

"Karena dulu begini, saya ingat tahun 2012 di bulan November itu, saya memutus pembubaran BP Migas karena pengelolaan tambang di Indonesia penuh korupsi antara pengatur dan pelaksanaannya di lapangan itu, sama yang mengevaluasi, korupsinya banyak sekali, sehingga BP Migas saya bubarkan," jelas Mahfud.

"Siapa yang menggugat BP Migas itu? Yang menggugat BP Migas itu adalah Kiai Hasyim Muzadi Ketua Umum PBNU dan Din Syamsudin Ketua Umum PP Muhammadiyah, datang ke kantor saya," katanya.

Mahfud bahkan menirukan ucapan para tokoh tersebut saat itu, "'Pak, pengelolaan tambang Migas nih, Pak, korupsi di mana-mana. Saya sudah lapor ke DPR nggak didengar. Saya minta tolong MK yang mutus.'"

Ia menyindir kondisi saat ini yang berbanding terbalik.

"Jadi, pada waktu itu, Ketua NU dan Ketua Muhammadiyah datang ke MK untuk menggugat ketidakadilan dalam pengelolaan tambang. Nah, yang sekarang ini ribut karena pengelolaan tambang, kan gitu," ujar Mahfud.

Bagi Mahfud, situasi ini sangat disayangkan. Jika dahulu NU menjadi garda terdepan mengkritik tata kelola tambang, kini justru ribut secara internal setelah mendapatkan izin. Ia pun mendorong agar penyelesaian damai atau islah segera ditempuh.

"Dulu mereka nggak mau ngelola tambang, tapi harus diperbaiki undang-undangnya dan dikabulkan oleh MK. Sehingga, sesudah itu banyak koruptor-koruptor ditangkap karena tambang," ucap Mahfud.

"Nah, sekarang ribut hanya soal siapa yang mengelola. Untuk apa kan ribut-ribut begitu?," tambah dia.

"Sudahlah, siapa yang mengelola sudah disepakati bersama. Lalu kalau ada apa-apa, silakan diatur gitu, tapi NU-nya ini diselamatkan," tegasnya.

"NU ini pilar NKRI, pilar wasathiyah Islam, sama dengan Muhammadiyah gitu. Sehingga, kalau ini rusak, kegoncangan-kegoncangan di kalangan umat, hubungan antara Islam dan negara akan mulai, kita jadi rugi besar."

Jalan Mulus PBNU Dapatkan Izin Tambang

Sebagai konteks, PBNU menjadi salah satu ormas keagamaan yang mendapatkan 'karpet merah' dari pemerintah untuk mengelola izin konsesi tambang. Hal ini dimungkinkan setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 pada 30 Mei 2024.

Aturan tersebut memungkinkan ormas keagamaan mendapatkan Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK). PBNU bergerak cepat dan bahkan telah mendirikan badan usaha bernama PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara untuk mengelola izin tambang tersebut.

Puncaknya, PBNU secara resmi mendapatkan lahan tambang batu bara seluas 26.000 hektare di Kalimantan Timur, yang merupakan bekas lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dari PT Kaltim Prima Coal (KPC), salah satu anak usaha Grup Bakrie.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI