Pemerintah Usul Hapus Pidana Minimum Kasus Narkotika, Lapas Bisa 'Tumpah' Lagi?

Rabu, 26 November 2025 | 18:00 WIB
Pemerintah Usul Hapus Pidana Minimum Kasus Narkotika, Lapas Bisa 'Tumpah' Lagi?
Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej dalam pembahasan RUU tentang Penyesuaian Pidana bersama Komisi III DPR RI, Rabu (26/11/2025). [Bidik Layar/Bagaskara]
Baca 10 detik
  • Pemerintah usulkan hapus hukuman pidana minimum khusus untuk kasus narkotika.
  • Tujuannya untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (Lapas).
  • Ketentuan ini tidak berlaku untuk kasus korupsi, terorisme, dan pelanggaran HAM berat.

Suara.com - Pemerintah mengusulkan penghapusan ketentuan pidana minimum khusus dalam berbagai undang-undang di luar KUHP, terutama untuk kasus narkotika. Langkah ini bertujuan untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas (overcrowding) di Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas yang 70 persen penghuninya merupakan narapidana kasus narkotika.

Usulan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau yang akrab disapa Eddy, dalam pembahasan RUU tentang Penyesuaian Pidana bersama Komisi III DPR RI, Rabu (26/11/2025).

"Mengapa pidana minimum dihapus? Karena ini yang menyebabkan overcrowding. Padahal, barang buktinya kadang hanya 0,2 gram, tapi harus mendekam 4 tahun karena ada ancaman minimumnya," jelas Eddy.

Dalam RUU ini, pidana minimum akan dihapus dan diserahkan pada pertimbangan hakim, sementara pidana maksimum tetap berlaku. Namun, Eddy menegaskan penghapusan ini tidak berlaku untuk empat tindak pidana berat: pelanggaran HAM berat, terorisme, pencucian uang, dan korupsi.

Penyesuaian Sanksi Lainnya

Selain penghapusan pidana minimum, RUU ini juga mengatur beberapa penyesuaian teknis lainnya untuk menyelaraskan hukum dengan KUHP baru, antara lain:

1.  Penghapusan Pidana Kurungan: Istilah "pidana kurungan" yang ada di ribuan Peraturan Daerah (Perda) akan dikonversi menjadi pidana denda yang diklasifikasikan ke dalam 8 kategori.
2.  Sanksi Kumulatif Jadi Alternatif: Pola pemidanaan kumulatif (penjara dan denda) akan diubah menjadi kumulatif alternatif (penjara dan/atau denda). Ini memberikan keleluasaan bagi hakim untuk memilih sanksi yang paling tepat, dengan tetap mengacu pada pedoman pemidanaan di KUHP baru.

Eddy menambahkan, ada pengecualian untuk UU Kepabeanan dan Perpajakan yang memiliki skema denda kelipatan, di mana nominal dendanya tidak akan diubah.

Baca Juga: Anggota Komisi X DPR RI Dorong Penguatan Aturan Anti-Perundungan dalam RUU Sisdiknas

×
Zoomed

VIDEO TERKAIT

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI