Dulu belajar tsunami karena panggilan jiwa saja. Saya berpikir di Indonesia banyak gempa di laut, pasti banyak tsunami. Tapi mengapa orang yang belajar hal tersebut kok masih sedikit meminimalisir tsunami dengan mengurangi ancamannya, misal dengan tanggul laut dan lain-lain. Karena akan sangat mahal.
Yang bisa dilakukan dengan mitigasi adaptif, yaitu untuk daerah-daerah yang rawan tsunami, jauhi pantai. Jika terpaksa harus dilakukan maka, sistem peringatan dini dan evakuasinya harus sangat diutamakan.
Untuk tsunami sedang di bawah 5 meter diminalisir dampaknya dengan gumuk atau tanggul pasir dan vegetasi pantai masih cukup efektif mereduksi gelombang tsunami tetapi untuk tsunami yang besar di atas harus dengan mitigasi.
Biografi singkat Widjo Kongko
Widjo Kongko berlatarbelakang Teknik Sipil Jurusan Hidrologi Universitas Gadjah Mada. Lalu dia meneruskan studi master dan menggeluti bidang tsunami di Iwate University Jepang dari 2002 sampai 2004. Lalu di tahun 2007 dia memperdalam studi gempa-tsunami di Leibniz Universitaet Hannover, Jerman, dan mendapatkan gelar doktor di 2012.
Widjo aktif mengikuti simposium, pelatihan, dan penelitian terkait tsunami. Dia juga ikut dalam ekspedisi penelitian tsunami di Aceh bersama peneliti dari Kent State University. Mereka menemukan lapisan tanah yang diduga terbentuk akibat tsunami raksasa di masa lalu. Tsunami itu diperkirakan terjadi dua kali, yaitu antara tahun 780 dan 990 serta tahun 1290-1400.
Saat ini Widjo menjadi salah satu di antara peneliti tsunami yang berkonsentrasi meneliti tsunami di selatan Pulau Jawa. Saat ini Widji menjadi Peneliti tsunami pada Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan TeknologI (BPPT).