Vedi R Hadiz: Populisme Islam dan Kaum Oligarkis pada Pilpres 2019

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 25 Februari 2019 | 07:20 WIB
Vedi R Hadiz: Populisme Islam dan Kaum Oligarkis pada Pilpres 2019
Vedi R Hadiz, Ilmuwan sosial Indonesia yang menjadi Professor of Asian Studies di Asia Institute, University of Melbourne, Australia.

Profesor Vedi R Hadiz mendapat gelar PhD dari Murdoch University pada tahun 1996. Setelahnya, ia menjadi profesor di Departemen Sosiologi National University of Singapore hingga 2000.

Seusai mengajar di NUS, Vedi sempat kembali ke Murdoch University pada tahun 2010 sebelum mengajar di University of Melbourne Australia.

Minat penelitiannya adalah pada bentang keilmuan sosiologi politik dan masalah ekonomi politik, terutama yang terkait dengan kontradiksi pembangunan di Indonesia dan Asia Tenggara, dan baru-baru ini merambah ke Timur Tengah.

Profesor Vedi R Hadiz juga menjadi dosen serta profesor tamu di Advanced Studies in the Social Sciences (EHESS) Prancis; International Institute of Social Studies di Belanda; Centre of Southeast Asian Studies at the University of Kyoto Jepang; Department of Humanities and Social Sciences at the Indian Institute of Technology - Delhi India; dan, Fakultas Sosiologi Universitas Indonesia.

Buku terbaru Profesor Vedi R Hadiz berjudul Islamic Populism in Indonesia and the Middle East (Cambridge University Press) tahun 2016.

Sebelumnya, ia juga menulis buku Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia: A Southeast Asia Perspective (Stanford University Press 2010); dan, Workers and the State in New Order Indonesia (Routledge 1997);

Selain itu, bersama Indonesianis Richard Robison, Vedi R Hadiz  menulis buku Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets (Routledge Curzon 2004).

Ia juga menyumbang naskah sekaligus editor buku Between Dissent and Power: The Transformation of Islamic Politics in the Middle East and Asia (Palgrave Macmillan 2014); dan, Empire and Neoliberalism in Asia (Routledge 2004).

Vedi R Hadiz (kanan), Ilmuwan sosial Indonesia yang menjadi Professor of Asian Studies di Asia Institute, University of Melbourne, Australia.
Vedi R Hadiz (kanan), Ilmuwan sosial Indonesia yang menjadi Professor of Asian Studies di Asia Institute, University of Melbourne, Australia.

Sementara artikel-artikelnya bisa disimak pada banyak jurnal ilmiah seperti Development and Change; New Political Economy; International Political Science Review; Democratization; Journal of Development Studies; Pacific Review; Pacific Affairs; Third World Quarterly; Journal of Contemporary Asia; Critical Asian Studies; Indonesia; Inter-Asia Cultural Studies; dan Historical Materialism.

Baca Juga: Sudah Pilih Jokowi, Warga Tabanan Bali Tolak Sandiaga

Suara.com beberapa waktu lalu melakukan korespondensi via surat elektronik dengan Profesor Vedi R Hadiz, khusus membahas geliat populisme Islam di Indonesia menjelang Pilpres 2019. Simak wawancara selengkapnya ini:

Apakah varian populisme, termasuk populisme Islam cenderung konservatif atau justru bernilai progresif? Sebab, menjelang Pilpres 2019, populisme kerapkali diartikan secara negatif semisal gerakan intoleran. Padahal, seperti Chantal Moufffe—teoritikus politik kontemporer dari University of Westminster—justru menilai populisme sebagai kekuatan progresif dalam tatanan politik liberal.

Populisme itu tidak secara inheren progresif atau konservatif, demikian juga populisme Islam. Jadi jika populisme secara serta-merta diidentikkan dengan intoleransi, itu sebetulnya keliru.

Namun, memang sebagian besar bentuk populisme yang berkembang di dunia saat ini berwatak konservatif. Demikian juga populisme Islam.

Mengapa populisme bisa progresif atau konservatif? Sangat terkandung kondisi sosial historis yang melahirkannya, basis sosialnya, konstelasi kekuatan sosial secara lebih menyeluruh—yang semuanya membentuk agenda sosial populisme itu sendiri, termasuk dalam varian Islamnya. 

Jadi, populisme yang diusung Syriza di Yunani atau Podemos to Spanyol – walaupun sifat kendaraannya amat berbeda – boleh dibilang cenderung progresif.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI