Vedi R Hadiz: Populisme Islam dan Kaum Oligarkis pada Pilpres 2019

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 25 Februari 2019 | 07:20 WIB
Vedi R Hadiz: Populisme Islam dan Kaum Oligarkis pada Pilpres 2019
Vedi R Hadiz, Ilmuwan sosial Indonesia yang menjadi Professor of Asian Studies di Asia Institute, University of Melbourne, Australia.

Syriza (bahasa Yunani: Synaspismós Rizospastikís Aristerás), adalah koalisi partai-partai sayap kiri dan kiri radikal. Kekinian, Syriza menjadi partai politik.

Sedangkan Podemos adalah partai politik sayap kiri di Spanyol. Partai ini didirikan pada bulan Maret 2014 setelah demonstrasi Gerakan 15-M melawan kesenjangan pendapatan dan korupsi oleh Pablo Iglesias.

Tapi tidak demikian dengan populisme Donald Trump di Amerika Serikat; British National Party dan UK Independence Party—partai sayap kanan di Inggris; Le Pen—pemimpin Front National yang merupakan partai neo-fasis di Prancis; Geert Wilders (pemimpin Partai untuk Kebebasan Belanda); Orban; atau Modi di India, dan sebagainya.

Populisme Islam pun cenderung hadir dalam bentuk yang konservatif, karena kebutuhan untuk membangun aliansi antarbagian-bagian masyarakat yang sangat berbeda—tapi sama-sama merasa dirugikan oleh sistem sosial yang ada, lewat solidaritas umat yang dibangun dengan memakai simbol-simbol keislaman.

Hasilnya adalah, bahasa politik yang amat sarat dengan kandungan moralitas–tapi yang berdasarkan interpretasi doktrin yang amat kaku. Interpretasi macam itu berguna karena mudah dipakai untuk membedakan mana yang termasuk umat dan mana di luar mereka.

Vedi R Hadiz (kanan), Ilmuwan sosial Indonesia yang menjadi Professor of Asian Studies di Asia Institute, University of Melbourne, Australia. [Universitas Indonesia]
Vedi R Hadiz (kanan), Ilmuwan sosial Indonesia yang menjadi Professor of Asian Studies di Asia Institute, University of Melbourne, Australia. [Universitas Indonesia]

Apakah ada perbedaan antara Populisme Islam di Indonesia dan negara-negara lain? Kalau ada seperti apa dalam tataran teori maupun praktiknya? dan populisme Islam di Indonesia cenderung bisa dimaknai positif atau negatif?

Populisme Islam di Indonesia itu sebetulnya lebih banyak bunyinya daripada isinya.  Sebetulnya, hal itu mencerminkan bahwa lepas dari sifatnya yang kadang-kadang mampu menciptakan ‘spectacle’ (pertunjukan besar) politik, populisme Islam di Indonesia masih bersifat cukup rentan. 

Beda dengan populisme Islam di Turki misalnya, yang secara lebih utuh mempersatukan elemen-elemen masyarakat yang berbeda lewat bahasa politik Islam. Mereka mampu merangkul sebagian kelas pemodal—terutama dari daerah Anatolia—yang sebelumnya kalah bersaing dengan pemodal Istanbul.

Populisme Islam di Turki juga bisa mempersatukan kelas menengah terdidik kota baru yang semakin relijius; serta, kaum miskin yang tidak punya kendaraan politik, tetapi mendapatkan keuntungan dari karitas (bantuan) negara yang bersumber dari pemodal berkultur Islam. 

Baca Juga: Sudah Pilih Jokowi, Warga Tabanan Bali Tolak Sandiaga

Musuhnya populisme Islam di Turki juga jelas: aliansi bisnis, militer dan birokrasi era Kemalisme. Tujuannya pun jelas, mengambil alih kuasa terhadap negara dan sumber daya ekonomi untuk kepentingan mereka yang merasa dahulu dipinggirkan oleh Kemalisme, dan struktur kekuasaan yang dibangunnya. 

Sementara di Indonesia, tiadanya kelas pemodal besar yang betul-betul mewakili kepentingan umat, membuat populisme Islam cenderung berpijak pada kelas menengah kota.

Mereka tidak mempunyai sumber daya untuk memobilisasi massa, meskipun mengembangkan bahasa politik yang mempersamakan umat dengan kaum yang tertindas.

Akibatnya, populisme Islam di Indonesia jadi mainan faksi oligarki—turunan Orde Baru—yang berkompetisi, karena merekalah yang memiliki sumber daya. 

Perlu diingat, belum tentu juga para wakil populisme Islam, apalagi umat secara keseluruhan, akan diuntungkan bila faksi oligarki tersebut ‘menang’.

Apakah ada perbedaan antara gerakan Islam Politik pada era Soekarno, Orde Baru, dan saat ini?

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI