Berarti kegiatannya sporadis saja ya? Tidak ada kebijakan yang terpusat?
Betul sekali, belum ada. Saya berharap ini nanti akan ada satu peraturan perundangan yang bisa untuk membina. Tapi dengan kondisi seperti ini... maksud saya, ini kan masa pandemi, harga-harga bahan tambang juga turun, artinya jangan sampai beban juga ditambahkan lagi ke perusahaan tambangnya. Nanti kalau perusahaan tambangnya tutup, malah tambah banyak lagi yang di-PHK, malah celaka. Jadi kolaborasi saja, apa yang jadi kewajiban perusahaan dilakukan oleh perusahaan, karena pasti sudah dihitung dari awal, kemudian dari pemerintah bisa memasukkan apa. Misalnya Kementerian Pertanian punya program peternakannya, ya masukkanlah program peternakan ke sana; misalnya Kementerian Desa punya untuk pemberdayaan masyarakat, ya di situlah tempatnya.
Jadi solusi yang ditawarkan Pak Irdika itu menjadikan lahan bekas tambang supaya lebih produktif untuk jangka panjang, ketimbang minta mereka mengembalikan lahan yang sudah diurug?
Betul. Dan itu harus dilakukan saat tambangnya masih ada. Kalau tambangnya masih ada, kita bisa arahkan, 'Tolong dong di sini tanami rumput, yang sebelah tanami padi', saat mereka melakukan reklamasi. Kalau tambangnya sudah tidak ada, siapa yang mau nanaminya? Kan mahal.
Yang saya lihat, di Kalimantan itu lahan bekas tambang seperti terbengkalai dan tidak ada lagi aktivitas penambangan. Itu perusahaannya sudah tidak ada. Sebenarnya, ada satu direktorat di Kementerian LHK yang memang tugasnya menyelesaikan tambang-tambang seperti itu, membantu menyelesaikan lahan bekas tambang-tambang rakyat yang ditinggal begitu saja. Itu menjadi kewajiban pemerintah.
Jadi Mbak Rin bisa bayangkan, kalau pemerintah pembinaannya kurang, sampai nanti terjadi makin banyak tambang yang kabur seperti itu, beban pemerintah tambah besar. Apalagi tambang ilegal kan nggak ada setoran ke pemerintah, tapi yang "nyuci piringnya" pemerintah.
Apakah SEAMEO Biotrop bisa membantu menyelesaikan ini?
Tentu saja. Perusahaan tambang pun kalau konsultasi ke kita kan tidak dipungut biaya. Kita ajari dari jauh, atau kita ajarkan bagaimana caranya di kantor kalau mereka datang ke sini. Itu tidak perlu biaya apa-apa, karena SEAMEO Biotrop ini ada, IPB ini ada, itu kan juga karena pajaknya perusahaan, pajaknya Mbak Rin, dan teman-teman di tambang. Inilah payback kami kepada pembayar pajak.
Seberapa optimis Pak Irdika untuk kita dapat membangun food estate di lahan-lahan tambang?
Baca Juga: Menteri LHK Dukung Pemprov Babel Rehabilitasi Lahan Kritis Bekas Tambang
Kalau saya sangat optimis, karena sebenarnya yang tambang-tambang berantakan itu jumlahnya saya kira tidak besarlah. Masih banyak tambang yang comply seperti contoh-contoh ini. Tapi yang dilihat masyarakat, dan pemerintah itu kebijakan-kebijakannya justru hanya untuk mengatasi yang mereka nakal seperti ini.
Kalau pemerintah memberikan dukungan kepada perusahaan-perusahaan yang jalan, seperti yang saya tunjukkan tadi, wah ini jalannya akan lebih kenceng. Saya yakin. Karena teknologinya ada dan banyak perusahaan yang punya kemauan untuk itu. Tinggal sekarang dukungan regulasi. Dukungan regulasi itu ada di pemerintah. Itu kalau menurut saya.
Nah, ini juga salah satu alasan saya bersedia diwawancarai Mbak Rin. Biar jangkauannya lebih luas, lebih banyak yang mendengarkan, dan mudah-mudahan para pengambil kebijakan ada yang mendengar, dan kemudian mempertimbangkan ini. Untuk itu saya berterima kasih.
Baik Pak. Itu dulu pertanyaan saya. Terimakasih banyak untuk waktunya.
Kontributor : Rin Hindryati